JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menyebut masih terjadi anomali dalam pengajuan restitusi. Pasalnya, pengajuan restitusi masih sangat tinggi di tengah ekspor—impor yang lesu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan anomali restitusi masih terjadi pascapenerapan relaksasi kebijakan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.39/2018.
“Dengan kondisi ekspor dan juga impor yang mengalami penurunan saat ini, sebenarnya malah menjadi anomali ketika restitusinya meningkat,” katanya kepada DDTCNews, Jumat (8/11/2019).
Hestu mengatakan beleid pendahuluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (kebijakan restitusi dipercepat) masih menjadi motor utama tingginya angka pertumbuhan restitusi hingga 33% per akhir September 2019.
Dalam jangka pendek, sambungnya, DJP tidak akan mengubah regulasi terkait kebijakan restitusi. Kebijakan tersebut, tegas Hestu, sudah berada pada rel yang tepat sebagai komitmen otoritas pajak dalam mendukung kegiatan usaha.
“Ini komitmen kita untuk mendukung kegiatan usaha melalui peningkatan cash flow untuk usaha dalam konteks pemberian restitusi yang merupakan hak wajib pajak,” paparnya.
Catatan DDTCNews menunjukan secara gradual kinerja restitusi turun sejak kebijakan pengembalian pajak yang dipercepat diluncurkan tahun lalu. Dengan PMK No.39/2018, pada periode Mei—Juni 2018, permohonan restitusi melonjak 124% (yoy) menjadi Rp5,88 triliun. Dari total nilai itu, jumlah restitusi yang dikabulkan naik 63,4% (yoy) menjadi Rp2,80 triliun.
Kemudian, periode Mei—Desember (yoy), pengajuannya tumbuh 91% menjadi Rp20,46 triliun. Dengan demikian, sepanjang 2018, total restitusi PPN dan pajak penghasilan (PPh) yang sudah dibayar mencapai Rp118 triliun atau meningkat 7,2% dari posisi tahun sebelumnya senilai Rp110 triliun.