Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengatakan alasan utama penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No.35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah untuk memberi kepastian hukum bagi dunia usaha.
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan beleid ini memberikan penegasan perihal sektor usaha yang masuk dalam kategori BUT. Dengan demikian kepastian hukum menjadi landasan utama dari terbitnya PMK 35/2019.
Aturan ini, paparnya, tidak sebatas pada pengaturan entitas bisnis digital. Lebih jauh dari itu, regulasi yang mulai berlaku sejak 1 April 2019 ini mengatur seluruh sektor usaha yang dijalankan oleh subjek pajak luar negeri (SPLN).
“PMK 35/2019 memberikan klarifikasi pengertian suatu BUT untuk semua sektor usaha termasuk bisnis digital,” katanya kepada DDTCNews, Jumat (5/4/2019).
Menurutnya, kurang tepat jika beleid secara khusus ditujukan untuk memajaki pelaku ekonomi di ranah digital. John menegaskan aturan main dalam PMK 35/2019 bertujuan untuk memberikan kapastian hukum bagi pelaku usaha.
“Tujuannya memberikan kepastian bagi dunia usaha, khususnya terkait timbulnya suatu BUT dari perusahaan luar negeri di Indonesia,” imbuh John.
Dalam beleid itu, BUT dikatakan sebagai entuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi asing atau badan asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Adapun kriteria yang dipenuhi untuk penentuan BUT dibagi menjadi tiga kelompok.
Namun, ada beberapa jenis bentuk usaha yang dianggap sebagai BUT meskipun tidak memenuhi kriteria tersebut. Pertama, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan. Kedua, pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Ketiga, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas. Keempat, agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. (kaw)