Penandatanganan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance/MLA). (foto: Kemenkumham)
JAKARTA, DDTCNews – Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance/MLA) antara Indonesia dan Swiss diteken. MLA dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan. Hal ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (6/1/2019).
Kesepakatan tersebut ditandatangani langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Kepala Departemen Peradilan dan Kepolisian Federal Swiss Karin Keller Sutter di Bern, Swiss, Senin (4/2/2019). Perjanjian MLA dengan Swiss merupakan MLA kesepuluh yang sudah diteken Indonesia dengan negara lain.
“Perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan. Perjanjian ini untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melalukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya,” jelas Yasonna.
Perjanjian yang terdiri atas 39 pasal ini diantaranya mengatur bantuan hukum terkait pelacakan, pembekuan, penyitaan, hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Sebelumnya, perjanjian serupa telah diteken Indonesia dengan negara anggota Asean, Australia, China, Hong Kong, Korea Selatan, India, Vietnam, Uni Emirat Arab, dan Iran.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti rencana penurunan bahkan penghapusan pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi. Pasalnya, langkah ini akan berpengaruh pada instrument investasi lainnya.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan kerja sama MLA antara Indonesia dengan Swiss cukup strategis bagi otoritas pajak. Bentuk bantuan hukum yang bisa diterima seperti penyediaan informasi, pengambilan kesaksian, penggeledahan properti, hingga pembekuan dan penyitaan aset hasil kejahatan di bidang perpajakan.
“Ini akan memperkuat penegakan hukum di bidang perpajakan,” katanya.
Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Edian Rae berujar MLA Indonesia dan Swiss akan semakin mempermudah lembaga intelijen keuangan untuk melacak pelaku kejahatan. Karena bersifat retroaktif, MLA bisa diberlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi sebelum adanya MLA.
“Ini langkah maju mengingat Swiss merupakan financial center terbesar di Eropa,” tutur Dian.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan penurunan bahkan penghapusan tarif PPh atas bunga obligasi akan berpengaruh pada instrumen investasi lainnya. Kondisi ini akan memicu sektor keuangan yang semakin kompetitif memperebutkan likuiditas. Hal ini akan dikaji lebih dalam dengan tetap melibatkan aspirasi dari masyarakat dan pelaku pasar.
“Bagi kami, yang penting ketika menurunkan pajaknya bisa terlebih dahulu diukur apa yang akan terjadi terhadap instrumen fixed income lain. Ini bukan sesuatu yang bisa berdiri sendiri,” ujarnya.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Tax Center Ajib Hamdani menilai insentif PPh bunga simpanan devisa hasil ekspor (DHE) cukup bagus untuk pengusaha, terlebih jika ada fluktuasi nilai tukar rupiah. Namun, hal ini tidak memberikan daya ungkit terhadap ekonomi secara langsung.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia Benny Soetrisno meminta agar pemerintah memperhatikan proses penghiliran di dalam negeri. Relaksasi prosedur ekspor –berupa penghapusan kewajiban laporan surveyor—produk mentah berisiko menekan industri hilir di dalam negeri. (kaw)