Managing Partner DDTC Darussalam memberikan paparan dalam seminar bertajuk ‘Perubahan Landscape Pajak Global dan Audit: Implikasinya terhadap Profesi dan Pendidikan di Indonesia’ di Universitas Kristen Maranatha, Sabtu (24/11/2018).
BANDUNG, DDTCNews – Redesain kurikulum pendidikan pajak menjadi aspek yang krusial untuk menghadapi perubahan lanskap pajak, baik domestik maupun global. Aspek ini untuk menjamin ketersediaan ahli pajak di masa mendatang.
Hal ini disampaikan Managing Partner DDTC Darussalam dalam seminar bertajuk ‘Perubahan Landscape Pajak Global dan Audit: Implikasinya terhadap Profesi dan Pendidikan di Indonesia’ di Universitas Kristen Maranatha, Sabtu (24/11/2018).
“Redesain kurikulum Pendidikan pajak dimulai dari pemahaman pajak dengan pendekatan baru,” ujarnya.
Dalam konteks pendekatan baru tersebut, harus ada pemahaman pajak sebagai multidisplin ilmu. Selain itu, harus ada studi perbandingan dan kasus-kasus pajak dalam konteks pendekatan baru yang masuk dalam kurikulum pendidikan pajak.
Selain itu, redesain kurikulum pendidikan pajak juga perlu ditopang adanya staf pengajar dan fasilitas penunjang di perguruan tinggi, pemikiran kritis dan berpijak pada keilmuan, serta corporate governance dalam pajak.
Dalam menghadapi perubahan lanskap pajak, aspek pengetahuan, ketrampilan, dan informasi menjadi bagian dari penentu ketersediaan ahli pajak. Hal ini didapat dari pendidikan dasar, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal, serta sosialisasi pajak.
Menurutnya, ketersediaan ahli pajak – baik untuk profesi konsultan, akademisi, pegawai pemerintahan, peneliti, dan sebagainya – akan mendukung masyarakat melek pajak. Hal inilah yang menjadi syarat kepatuhan jangka panjang.
Edukasi pajak, menurut OECD, merupakan mekanisme efektif untuk membangun kepercayaan kepada otoritas pajak sekaligus mendorong keterlibatan masyarakat dalam merumuskan kebijakan pajak.
Menilik kinerja 2017, tax ratio (pajak) hanya 8,4% dengan tax buoyancy 0,48. Sejak 2009, realisasi penerimaan pajak tidak pernah mencapai target.
Rasio pegawai pajak terhadap jumlah penduduk mencapai 1:6.253. Selain itu, rasio konsultan pajak terhadap jumlah penduduk mencapai 1:73.429. Keberadaan akademisi, LSM, dan ahli pajak lainnya juga sangat terbatas.
Pemerintah mempunyai roadmap revisi Undang-Undang Perpajakan, pembenahan administrasi pajak (teknologi informasi, organisasi, proses bisnis, dan sumber daya manusia), partisipasi dan penghormatan hak-hak wajib pajak, serta edukasi pajak.
Roadmap inilah, sambung Darussalam, yang menentukan situasi di masa mendatang. Jika situasi ideal, ahli pajak yang ideal dan kompeten akan tersedia. Selain itu, biaya kepatuhan rendah, kepatuhan meningkat, masyarakat melek pajak, kinerja penerimaan membaik, serta kontrak fiskal ideal.
Dalam kesempatan yang sama, Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji memaparkan 6 perkembangan terkini di lanskap pajak global yang turut berpengaruh pada sistem pajak Indonesia. Perkembangan ini harus disikapi dengan kesiapan SDM di bidang pajak.
Keenam perkembangan itu meliputi tren kompetisi pajak, era transparansi di sektor pajak, perlawanan terhadap penghindaran pajak, indirect tax untuk memobilisasi penerimaan, paradigma kepatuhan kooperatif, dan ekonomi digital.
Dalam seminar ini, Darussalam juga memberikan hadiah berupa buku 'Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai' kepada lima orang penanya terbaik. (kaw)