JAKARTA, DDTCNews - Pagi ini, Rabu (29/8), kabar datang pemerintah yang berencana merevisi aturan pajak penghasilan (PPh) impor. Tak hanya menaikkan tarif, pemerintah juga akan menambah produk-produk yang bakal terkena PPh impor.
Saat ini, aturan PPh impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.34/2017, menyasar 889 produk. Sebanyak 244 produk terkena tarif PPh impor 10%, lalu 568 produk dikenakan 7,5%, dam tarif 0,5% untuk tujuh komoditas.
Kabar lainnya mengenai DPR yang kembali melaksanakan sidang paripurna kedua membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 dengan agenda pembacaan pandangan fraksi-fraksi. Kesepuluh fraksi sepakat melanjutkan pembahasan, namun ada tiga indikator target perekonomian yang jadi sorotan.
Berikut ringkasan berita selengkapnya:
Kementerian Keuangan mengaku masih mengidentifikasi produk-produk yang bakal diperbesar tarif PPh impornya dan akan menambah jenis produk baru. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahazil Nazara menjelaskan jenis barang baru tersebut berasal dari barang-barang impor hasil penertiban impor berisiko tinggi (PIBT) yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai.Â
Tiga target tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, utang, dan penerimaan pajak. Fraksi Partai Gerindra mengkritik nuansa politik dalam RAPBN 2019 dan tidak yakin pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,3%. Fraksi PKS meminta pemerintah mewaspadai utang yang melonjak. Dalam RAPBN 2019, pemerintah berencana menerbitkan SBN baru sebesar Rp386,2 triliun. Terkait penerimaan perpajakan yang dipatok Rp1.781 triliun, atau naik 15% dari outlook 2018, dinilai sejumlah fraksi terlalu ambisius di tengah sentimen usaha yang kurang baik.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan target penerimaan pajak nonmigas yang naik 16,4% menjadi Rp1.510,1 triliun masih realistis. Apalagi berkaca pada pertumbuhan penerimaan 2017 sebesar 16% (non tax amnesty/TA) dibanding 2016 dan pertumbuhan 2018 (hingga Juli 2018) yang juga sekitar 16% (non TA). Menurutnya, masih terdapat ruang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mendorong kesadaran pajak masyarakat.
Pemerintah diminta menyusun strategi peningkatan pendapatan negara tahun 2019 yang ditargetkan mencapai Rp2.142,5 triliun. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga target defisi anggaran yang dipatok 1,84% dari PDB. Selain optimalisasi pajak, pemerintah juga perlu menggali potensi penerimaan lain, seperti memperluas jenis barang kena cukai dan membangun pusat ekonomi baru.
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas Kementerian Pariwisata Hiramsyah S Thalib meyakini peningkatan devisa sektor pariwisata dapat menutup defisit transaksi berjalan yang terus melebar jika dikelola secara dengan baik. Menurutnya, pengembangan sektor pariwisata dapat berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja hingaa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang kuat. (Amu)