JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (4/6), kabar datang dari pengusaha yang mengapresiasi pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) final dari 1% menjadi 0,5% untuk usaha mikro, kecil dan menengah, walaupun ada potensi memunculkan biaya baru yang memberatkan pengusaha.
Selanjutnya, kekhawatiran pengusaha terkait potensi biaya baru dalam melakukan pembukuan ini disoroti juga oleh Kementerian Koperasi (Kemennkop) UKM. Pihaknya berencana untuk mengatasi persoalan yang memberatkan pelaku UMKM setelah beleid itu berlaku, seperti halnya persoalan pembukuan.
Kabar lainnya datang dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas hasil auditya terkait penggunaan APBN tahun 2017 yang bermasalah. BPK menemukan banyak belanja negara yang menyalahi aturan.
Berikut ringkasannya:
Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyatakan pelaku UMKM harus menambah biaya-biaya untuk melakukan pembukuan, sesuai dengan aturan baru tersebut. Menurutnya pembukuan itu mengakibatkan adanya tambahan administrasi, terlebih jika harus menggunakan jasa konsultan pajak. Dia berharap tarif pajak UMKM Indonesia bisa disamakan dengan negara lain yakni 0%.
Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Yuana Setyowati mengakui institusinya akan mendorong pelaku UMKM untuk semakin tertib dalam melakukan pembukuan. Kemenkop UKM juga akan mengedukasi pelaku UMKM dalam menyusun laporan keuangan. Menurutnya wajib pajak bisa melaksanakan pembukuan dan menyelenggarakan kewajiban sesuai rezim umum.
Berdasarkan laporan BPK, belanja pemerintah sebesar Rp25,5 triliun dan US$34.171,45 atau Rp478,4 juta di 84 kementerian dan lembaga, digunakan tidak sesuai dengan ketentuan. Terlebih, realisasi APBN 2017 (audited) pemerintah pusat sebesar Rp1.265,3 triliun, nilai itu setara 92,57% dari alokasi anggaran Rp1.366,9 triliun. Salah satu hal yang menyalahi aturan ialah penyimpangan perjalanan dinas tahun anggaran 2017 yang mencapai Rp43,6 miliar.