JAKARTA, DDTCNews – Melalui amendemen Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan RUU Pajak Penghasilan (PPh), pemerintah membuka peluang merombak kebijakan tax exemption atau pengecualian pajak atas komoditas atau jasa tertentu.Â
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Robert Pakpahan mengatakan hal tersebut masih terlalu dini untuk diutarakan kepada publik. Pasalnya, penambahan atau pengurangan komoditas yang dikecualikan dari pengenaan pajak masih dalam tahap awal pembahasan.
"Nanti, kan harus konsultasi publik, FGD, supaya dapat banyak input," katanya seusai upacara Hari Kebangkitan Nasional di Kementerian Keuangan, Senin (21/5).
Hal senada diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia hemat pernyataan perihal perombakan kebijakan pengecualian pajak ini.
"Ada banyak (pengecualian pajak), pokoknya diatur dalam PPh dan PPN," katanya.
Seperti yang diketahui, saat ini Kementerian Keuangan tengah menggodok draf amendemen RUUÂ PPN dan PPh. Kedua rencana amandemen ini akan melengkapi paket kebijakan reformasi perpajakan yang digaungkan dalam dua tahun terakhir.
Sementara itu, penerapan tax exemption atau pengecualian pajak jamak dijumpai dalam komoditas tertentu terutama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat, seperti sembako. Ibarat dua mata pisau, kebijakan ini dibutuhkan saat harga bergejolak. Namun, juga berkontribusi pada inefisiensi dalam pungutan PPN.
Secara umum, pengecualian PPN dibagi atas dua kategori yakni barang dan jasa. Untuk kategori barang, jenis barang yang dikecualikan dari PPN mencakup barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya hingga barang-barang kebutuhan pokok.
Sementara itu, jasa yang tak dikenakan PPN antara lain jasa kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan penyediaan jasa yang terkait dengan aktivitas keagamaan. (Amu)