JAKARTA, DDTCNews – Banyak jenis pajak di dunia ini yang unik dan di luar kebiasaan, seperti halnya pajak piercing hidung di Arkansas maupun pajak bubuk rambut palsu (wig) di Inggris, bahkan masih banyak lagi pungutan pajak unik atau terbilang aneh.
Di Amerika Serikat, ada jenis pajak yang populer disebut ‘Jock Taxes’ atau pajak atlet. Pajak ini adalah pajak penghasilan (PPh) yang dipungut terhadap pengunjung ke kota atau negara bagian dan mendapatkan uang dari yurisdiksi tersebut.
Namun, karena sebuah negara tidak mampu melacak banyak individu yang melakukan bisnis yang berbasis keliling, wajib pajak yang ditargetkan biasanya wajib pajak sangat kaya, seperti atlet profesional.
Terlebih, negara dapat menghitung dan mengumpulkan jumlah utang pajak para atlet tersebut dengan dalam kurun waktu yang singkat bahkan tanpa memerlukan berbagai upaya lebih teknis.
Pajak Atlet saat ini sejatinya berasal sejak tahun 1991, ketika Negara Bagian California memberlakukan PPh pada pemain Chicago Bulls yang melakukan perjalanan ke Los Angeles untuk bermain di Lakers dalam NBA Finals tahun itu.
Mendapati perlakuan itu, Negara Bagian Illinois pun membalas dengan memaksa pungutan Jock Tax pada di luar yurisdiksinya. Walaupun pajak atlet Illinois hanya berlaku pada atlet dari negara yang menerapkan kebijakan serupa dan bertanding di Illinois, namun negara bagian lainnya pun menerapkan hal serupa.
Pada 2014, yurisdiksi AS yang memiliki tim basket profesional tanpa pungutan pajak atlet adalah Florida, Texas, Washington D.C. Ketiga negara bagian tersebut tidak memberlakukan pungutan PPh Orang Pribadi, pada saat itu pula Kongres AS secara khusus melarang District of Columbia untuk memungut PPh atas pekerja yang tidak berdomisili setempat.
Di samping itu, ternyata timbul kritik terhadap kebijakan pajak atlet itu. Pada 2003, Tax Foundation melakukan studi tentang pajak atlet dan menghasilkan kesimpulan bahwa kebijakan tersebut tidak berlandaskan target, disahkan sewenang-wenang dan tidak realistis, dan juga memberatkan atlet.
Bahkan Tax Foundation menilai pajak atlet memaksa para atlet profesional untuk mengajukan pengembalian pajak (restitusi) ke negara dan daerah setiap tahunnya. Berdasarkan hal tersebut, pajak atlet pun dianggap sebagai kebijakan pajak yang buruk.
Dalam lingkup AS, banyak pelatih olah raga yang tidak memperoleh penghasilan lebih dari pendapatan rata-rata nasional, serta ada pemain yang mendapatkan liga minimum di beberapa liga, seperti Major League Soccer hanya berpenghasilan sekitar US$35.000 atau setara Rp480,72 juta per tahun.
Karena itu, pajak atlet dianggap menyebabkan beban kompleksitas pajak yang besar karena banyak anggota tim harus melaporkan PPh di 15-20 negara setiap tahun. Pungutan pajak ini menimpa banyak orang yang mungkin tidak dapat dirasakan manfaatnya secara langsung atas bentuk kepatuhan pajak. (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.