PEMBIAYAAN NEGARA

Jokowi Kejar Target Infrastruktur, Begini Respons Ekonom

Redaksi DDTCNews
Jumat, 13 Oktober 2017 | 17.35 WIB
Jokowi Kejar Target Infrastruktur, Begini Respons Ekonom

JAKARTA, DDTCNews – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan era pemerintahan Presiden Jokowi memang memprioritaskan pembangunan infrastruktur besar-besaran di berbagai wilayah Indonesia.

“Kelihatannya infrastruktur akan tetap menjadi prioritas Pak Presiden pada tahun depan. Karena Infrastruktur merupakan bentuk kampanye visual yang paling efektif. Tapi masalahnya adalah outlook penerimaan yang berisiko,” ujarnya kepada DDTCNews, Kamis (12/10).

Meski pembangunan infrastruktur juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi antar wilayah terhubung, tapi menurut Bhima, pemerintah butuh dana yang sangat besar untuk merampungkan seluruh pembangunan itu yang dikerjakan secara ngebut.

Pendanaan pembangunan infrastruktur berasal dari penerimaan negara yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak. Kendati demikian, outlook penerimaan sendiri diprediksi sangat berisiko.

Mengingat, penerimaan pajak dalam beberapa tahun belakangan ini tidak mencapai target yang telah ditentukan meskipun pemerintah telah merevisi dan menyesuaikan targetnya. Bahkan berbagai kebijakan pun telah terbit untuk mendorong penerimaan pajak yang pada akhirnya tetap tidak terealisasi sesuai target.

Di samping itu, tidak tercapainya target penerimaan pajak akan menimbulkan shortfall penerimaan yang sangat berpotensi untuk penambahan utang. Penambahan utang sejatinya untuk menambal shortfall ataupun defisit anggaran pada tahun berjalan.

Sayangnya utang pemerintah sudah semakin besar setiap tahunnya meski masih dianggap dalam batasan yang aman. Hingga bulan Agustus 2017, utang pemerintah sudah mencapai sebesar Rp3.825,79 triliun atau membengkak Rp45 triliun sejak bulan Juli 2017.

Jumlah utang sebesar Rp3.825,79 triliun itu terdiri atas Rp3.000 triliun lebih dari Surat Berharga Negara (SBN) dan sisanya berasal dari pinjaman luar negeri. Lalu sepanjang tahun 2017, belanja infrastruktur saja sudah menelan Rp387,3 triliun atau meningkat 123% dibandingkan tahun 2016.

“Ada risiko outlook penerimaan yang ujung-ujungnya menambah utang untuk tutup defisit anggaran,” pungkasnya.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.