RUU KUP

Sistem Self Assesment Perlu Diiringi Basis Data yang Kuat

Redaksi DDTCNews
Jumat, 06 Oktober 2017 | 11.11 WIB
Sistem Self Assesment Perlu Diiringi Basis Data yang Kuat

JAKARTA, DDTCNews – Indonesia menganut skema self assessment dalam kepentingan penyetoran pajak. Tapi, pelaksanaan skema itu masih kurang sempurna tanpa diiringi dengan pemanfaatan big data yang dimanfaatkan otoritas pajak untuk mengecek kejujuran pelaporan pajak.

Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo mengatakan skema self assessment dengan memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan, hingga membayar pajak atas berbagai tambahan kemampuan yang bernilai ekonomis yang tergolong sebagai penambah kekayaan, bisa dikonsumsi maupun dalam bentuk apapun.

“Tapi, mampukah otoritas pajak mengawasi nilai pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak sudah benar? Ternyata itu tidak mungkin. Tanpa basis data yang kuat, otoritas pajak tidak mungkin bisa memonitor seluruh hal itu, karena tidak bisa dideteksi,” ujarnya di Gedung DPR Jakarta, Kamis (5/10).

Dia pun mengakui pembuktian terhadap kejujuran wajib pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak merupakan tugas yang berat sekali. Pasalnya, pemerintah sejauh ini belum memiliki alat untuk membuktikan kejujuran SPT wajib pajak.

Menurutnya ada sejumlah kendala dalam melaksanakan skema self assessment, salah satunya yaitu terkait dengan aliran dana antarrekening yang sejauh ini belum terdeteksi. Padahal setiap warga negara yang menolak memberikan data tersebut akan dipidanakan.

“Sudah ada aturannya mengenai hal itu, jadi setiap asosiasi, instansi, maupun lembaga lain wajib memberikan informasi seperti data kartu kredit, lalu lintas devisa, serta transaksi keuangan. Informasi kartu kredit itu perintah undang-undang, tapi sampai sekarang tidak dijalani,” paparnya.

Ditjen Pajak memiliki kewenangan untuk bisa meminta informasi mengenai aliran keuangan wajib pajak yang lebih terperinci lagi kepada lembaga keuangan. Upaya itu bisa dilakukan jika data yang diterima Ditjen Pajak dianggap masih belum cukup.

Hadi pun menekankan dia sempat memberi penjelasan kepada Presiden mengenai hal itu kepada Presiden pada tahun 2011, dan akhirnya sebuah kebijakan pun terbit pada tahun 2012. Sayangnya, terbitnya kebijakan pemberian informasi kartu kredit tidak diiringi dengan pelaksanaannya.

Maka dari itu, Hadi yang juga Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan pemanfaatan big data dalam mengawasi kejujuran wajib pajak sangatlah berperan penting, khususnya untuk semakin meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.