JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah sudah mendapatkan keputusan untuk mengatasi keluhan pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% terhadap gula. Hal ini dibahas melalui pertemuan Ditjen Pajak dengan Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan ada 2 poin yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut dengan mengacu pada peraturan perpajakan yang berlaku. Salah satunya yaitu tidak berlakunya pengenaan tarif PPN10% terhadap petani ataupun pedagang gula.
"Petani itu bukan pengusaha kena pajak, karena omzetnya kan kurang dari Rp4,8 miliar dalam setahun. Asalkan omzet di bawah itu, ya jangankan petani gula, yang lainnya pun tidak akan dikenakan PPN oleh siapa pun," ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta, Kamis (13/7).
Sementara, pengenaan PPN sebesar 10% menurutnya berlaku bagi pengusaha kena pajak dengan omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun. Berdasarkan omzet, Ken secara gamblang menegaskan petani gula sama sekali tidak dibebani oleh PPN.
Bahkan ke depannya Ditjen Pajak akan mengusulkan gula menjadi barang kebutuhan pokok, sehingga gula tidak akan kembali dikenakan tarif pajak.
Berdasarkan Perpres nomor 71 tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, gula termasuk kelompok barang kebutuhan pokok hasil industri. "Semua itu supaya produksi dalam negeri bisa lebih meningkat dan bisa bersaing dengan pedagang gula baik itu yang dari impor," tuturnya.
Sebelumnya, Ken menjelaskan, pengenaan PPN gula bukan berasal dari inisiatif pemerintah, namun justru inisiatif dari Kamar Dagang Indonesia (Kadin) yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Berdasarkan uji materi, MA akhirnya mengabulkan pengenaan PPN 10% atas komoditas gula.
PP 31/2007 yang diajukan oleh Kadin merupakan perubahan keempat atas PP nomor 12 tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yangBersifat Strategis dacn Dibebaskan dari Pengenaan PPN tebu tersebut. (Amu)