CANBERRA, DDTCNews – Rio Tinto Grup, perusahaan pertambangan Anglo-Australia, mengatakan telah dikenai pajak sebesar AUD447 juta atau sekitar Rp4,5 triliun oleh otoritas pajak Australia (Australian Taxation Office/ATO) terkait dengan perjanjian transfer pricing dengan afiliasinya di Singapura.
Rio Tinto dalam sebuah pernyataannya mengatakan perselisihannya dengan ATO ini terkait dengan penetapan transfer pricing beberapa transaksinya yang dilakukan antara grup perusahaannya yang berlokasi di Australia dan pusat pemasaran di Singapura.
“Penetapan transfer pricing ini telah sesuai dengan pedoman OECD yang diakui secara internasional dan aturan domestik Australia. Penetapan ini juga sejalan dengan hasil yang telah disepakati oleh ATO selama bertahun-tahun sebelum 2010,” ungkap pernyataan dari Rio Tinto tersebut.
Meskipun akan mengajukan gugatan atas ketetapan pajak ATO, pihak Rio Tinto tetap akan membayar 50% dari total penilaian pada akhir bulan ini dan mencari keringanan pajak ganda sesuai dengan perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) antara Australia-Singapura.
“Kami memperkirakan kasus yang terjadi dengan ATO ini dapat menghabiskan biaya perusahaan hingga sebesar AUD500 juta atau sekitar Rp5 triliun,” ungkap laporan tahunannya yang dirilis pada 8 Februari lalu.
Rio Tinto bukan satu-satunya perusahaan pertambangan besar yang memiliki masalah pajak di Australia terkait dengan pusat pemasarannya yang berlokasi di Singapura. BHP Billiton, perusahaan pertambangan terbesar di dunia juga terkena kasus yang hampir sama.
Namun, perusahaan yang telah terdaftar pada bursa saham Australia dan Inggris ini membantah atas tuduhan bahwa perusahaannya belum membayar pajak yang sesuai di Australia, tempat di mana kantor pusatnya berlokasi.
Pada September lalu, seperti dilansir dalam Tax Notes Internasional, perusahaan ini juga tengah bertarung dalam sengketa yang bernilai AUD1 miliar atau Rp10 triliun atas audit penjualan komoditas yang dipasarkan di Singapura. (Amu)