Ilustrasi. (DDTCNews)
CHESHAM, DDTCNews – Yurisdiksi suaka pajak yang terafiliasi dengan Inggris disebut-sebut telah berkontribusi sebesar 29% nominal pajak korporasi yang tidak dapat dipungut akibat penghindaran pajak.
Dari total pajak korporasi secara global yang tidak berhasil dipungut senilai US$245 miliar per tahun, Tax Justice Network mencatat 28,5% atau US$70 miliar dilarikan oleh korporasi dari negara sumber ke yurisdiksi-yurisdiksi yang terafiliasi dengan Inggris.
"Negara-negara ini berperan sebagai yurisdiksi satelit yang ada guna mendukung profit shifting dan illicit financial flows," tulis Tax Justice Network pada laporan The State of Tax Justice 2020, dikutip Jumat (20/11/2020).
Yurisdiksi-yurisdiksi yang dimaksud antara lain British Virgin Island, Bermuda, Cayman, Isle of Man, Turks and Caicos, Anguilla, Jersey,dan Guernsey.
Delapan yurisdiksi yang disebutkan tersebut merupakan overseas territory atau crown dependency dari Inggris. Yurisdiksi yang berstatus sebagai overseas territory memiliki kedaulatan untuk mengatur permasalahan domestiknya masing-masing. Meski demikian, Inggris tetap berdaulat atas urusan pertahanan dan hubungan internasional dari yurisdiksi overseas territory tersebut.
Secara keseluruhan, yurisdiksi-yurisdiksi terafiliasi dengan Inggris, Luxembourg, Swiss, dan Belanda turut berkontribusi terhadap 47% atau sebesar US$117 miliar dari total pajak korporasi yang hilang akibat penghindaran pajak sejumlah US$245 miliar per tahun.
Untuk mengembalikan penerimaan pajak yang hilang akibat penghindaran pajak serta akibat pandemi Covid-19, Tax Justice Network mengusulkan pengenaan pajak atas excess profit yang dinikmati oleh korporasi multinasional khususnya perusahaan digital di tengah pandemi.
"Excess profit harus diidentifikasi pada level grup, bukan level nasional. Hal ini diperlukan guna mencegah praktik underreporting yang marak digunakan korporasi multinasional untuk memindahkan labanya ke yurisdiksi suaka pajak," tulis Tax Justice Network. (rig)