INGGRIS

Rencana Penghapusan Keringanan Pajak UKM Tuai Pro Kontra

Dian Kurniati
Senin, 2 Maret 2020 | 09.48 WIB
Rencana Penghapusan Keringanan Pajak UKM Tuai Pro Kontra

Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak. (foto: independent.co.uk)

LONDON, DDTCNews – Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak mewacanakan penghapusan keringanan pajak senilai £3 miliar (sekitar Rp5,5 triliun) bagi para wirausaha kecil dan menengah, jelang pengumuman APBN pada 11 Maret 2020.

Merespons rencana itu, Ketua Federasi Usaha Kecil (Federation of Small Businesses/FSB) Mike Cherry menyebut kebijakan Sunak itu tidak konsisten dengan janji kampanye Partai Konservatif. Menurutnya, penghapusan keringanan pajak akan sangat memberatkan para pelaku usaha.

"Setiap hari, akan ada pengusaha di seluruh negeri yang pensiun dan dibiarkan semakin miskin secara permanen oleh perubahan ini," katanya, Senin (2/3/2020).

Dengan ketentuan yang berlaku saat ini, pengusaha kecil cukup membayar pajak 10% untuk pendapatan hingga £10 juta (sekitar Rp184 miliar). Sementara pada pengusaha besar, dikenai tarif pajak sebesar 20%.

Keringanan pajak itu diperkenalkan oleh pemerintah Partai Buruh Gordon Brown pada 2008 untuk mendorong penciptaan bisnis. Kebijakan ini juga dipertahankan oleh pemerintah Partai Konservatif pada 2010.

Cherry menilai penghapusan keringanan pajak juga akan membuat iklim usaha di Inggris tidak menarik lagi. Menurutnya, berinvestasi di bidang properti atau menyimpan emas akan lebih masuk akal bagi warga Inggris ketimbang membuka usaha.

Cherry adalah salah satu dari sekitar 10% warga Inggris yang mendapat bantuan tersebut, dengan nilai bisnis sekitar £1 juta (sekitar Rp18,4 miliar). Ada sekitar 38.000 orang pelaku UKM yang menjalankan bisnisnya sehari-hari dan menjadikannya sebagai rencana pensiun. Jika keringanan pajak dihapus, mereka akan kehilangan pendapatan rata-rata £ 15.000 (sekitar Rp277 juta).

Sunak belum mengkonfirmasi rencana pengurangan pajak untuk UKM tersebut. Namun, dia sempat menyatakan keinginannya mengalihkan beberapa alokasi anggaran untuk pengembangan infrastruktur dan dana kesehatan.

Namun, lembaga riset Institute for Fiscal Studies berpendapat bahwa bantuan keringanan pajak untuk UKM itu tidak tepat sasaran dan menyebabkan distorsi dalam sistem perpajakan. Pemerintah disarankan memperbaiki ketentuan pajak yang lebih adil dan efisien.

“Ada banyak skema kenaikan pajak yang juga akan meningkatkan pendapatan para wajib pajak. Ini akan meningkatkan koherensi sistem pajak," kata Direktur Institut Studi Fiskal Paul Johnson, dilansir dari Daily Business. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.