Ilustrasi.
NEW DELHI, DDTCNews – Pemerintah India memangkas tarif bea masuk impor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak sawit olahan (refined palm oil/RBD) dari negara di Asia Tenggara. Pemerintah mengambil kebijakan ini setelah ada permintaan dari para pemasok CPO dan RBD.
Pemangkasan tarif tersebut juga merupakan bagian dari perjanjian bilateral India dengan negara lain di Asia Tenggara. Bea masuk impor CPO diturunkan dari 40% menjadi 37,5%. Sementara, bea impor CPO olahan dikurangi menjadi 45% dari 50%. Tarif baru tersebut berlaku efektif sejak 1 januari 2020.
“Tarif pajak atas minyak kelapa sawit mentah diturunkan dari 40% menjadi 37,5%. Sementara itu, tarif pajak untuk varietas olahan minyak sawit dipangkas menjadi 45% dari 50%,” demikian kutipan kebijakan tersebut, (3/1/2019).
Lebih lanjut, tarif pajak yang direvisi akan berlaku untuk hampir semua produk impor minyak sawit. Adanya pemangkasan tarif ini diperkirakan dapat memicu peningkatan jumlah impor minyak sawit dalam beberapa bulan mendatang.
Terlebih, India merupakan negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia, terutama dari Indonesia dan Malaysia. Selain itu, revisi atas bea masuk tersebut dapat membuat minyak sawit lebih kompetitif terhadap alternatif minyak lainnya seperti minyak bunga matahari dan minyak kedelai.
Hal ini dikarenakan semakin rendahnya bea masuk minyak sawit akan mempersempit perbedaan harga dengan produk pesaing. Dengan demikian, akan banyak konsumen yang beralih ke minyak sawit dan membuat jumlah impor produk minyak sawit meningkat.
Kemudian, jumlah Impor yang lebih tinggi dapat mengurangi harga minyak sawit yang sempat melambung. Misalnya, harga minyak sawit asal Malaysia sempat mengalami peningkatan hingga 44% pada 2019. Melalui kebijakan penurunan bea impor ini diharapkan harga tersebut dapat berkurang.
Namun, BV Mehta, Direktur Eksekutif Solvent Extractors’ Association (SEA) menganggap pemangkasan tarif bea masuk akan merugikan pabrik penyulingan lokal. Pasalnya jumlah impor minyak sawit olahan akan melonjak dalam beberapa bulan mendatang.
Hal ini lantaran kesenjangan tarif antara minyak sawit mentah dan minyak sawit olahan turun menjadi hanya 7,5% dari sebelumnya sebesar 10%. Untuk itu, SEA telah meminta pemerintah India untuk mempertahankan selisih tarif antara minyak mentah dan minyak kelapa sawit menjadi 10%.
“Struktur pajak impor yang baru telah membuka ‘pintu air’ untuk minyak kelapa sawit. Ini merugikan pabrik penyulingan lokal,” ujar Mehta, seperti dilansir hellenicshippingnews.com. (kaw)