PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat rata-rata tarif pajak efektif (effective average tax rate/EATR) yang ditanggung oleh perusahaan di berbagai yurisdiksi cenderung menurun.
Dalam Corporate Tax Statistics edisi 2024, OECD mencatat rata-rata EATR di 90 yurisdiksi pada 2023 hanya sebesar 20,2%, turun 1,4 poin persentase bila dibandingkan dengan EATR pada 2017 yang mencapai 21,6%. Pada saat yang sama, rata-rata tarif pajak statutori hanya turun 1 poin persentase dari 22,2% pada 2017 menjadi 21,2% pada 2023.
"Rata-rata tarif pajak statutori mengalami sedikit penurunan pada periode yang sama, dari 22,2% pada 2017 menjadi 21,% pada 2023. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan basis pajak korporasi juga turut berkontribusi terhadap penurunan EATR," tulis OECD, dikutip Selasa (16/7/2024).
Perlu diketahui, EATR adalah indikator yang mencerminkan kontribusi pajak rata-rata yang dibayarkan perusahaan yang menghasilkan laba ekonomi di atas 0. EATR dihitung dengan cara membagi jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan dengan laba sebelum pajak.
Adapun yang dimaksud dengan tarif pajak statutori adalah tarif pajak korporasi sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan pajak suatu yurisdiksi.
OECD mencatat EATR di kebanyakan yurisdiksi cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tarif pajak statutori. Bila ketentuan pajak pada suatu yurisdiksi memungkin perusahaan untuk melakukan depresiasi fiskal dengan nilai yang lebih besar dibandingkan nilai depresiasi yang sebenarnya, EATR pada yurisdiksi tersebut bakal lebih rendah dibandingkan dengan tarif pajak statutori.
Adapun faktor-faktor lain seperti insentif pajak yang mengurangi basis pajak korporasi juga berpotensi menekan EATR serta memperlebar selisih antara EATR dan tarif pajak statutori.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan tarif pajak statutori lebih rendah dari EATR. Sebagaimana diatur dalam UU PPh, tarif PPh badan yang berlaku di Indonesia adalah sebesar 22%. Namun, OECD mencatat EATR di Indonesia adalah sebesar 20,8%, 1,2 poin persentase lebih rendah dibandingkan dengan tarif PPh badan.
Sebaliknya, bila nilai depresiasi fiskal yang dimungkinkan dalam ketentuan pajak suatu yurisdiksi ternyata lebih rendah dibandingkan dengan nilai depresiasi yang sebenarnya, EATR pada yurisdiksi tersebut bakal lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak statutori.
OECD mencatat hanya ada 5 yurisdiksi yang memiliki EATR lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak statutori, yakni Argentina, Botswana, Papua Nugini, Liberia, dan Bolivia. (sap)