Ilustrasi.
SINGAPURA, DDTCNews - Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan carbon border adjustment mechanism (CBAM) yang diinisiasi oleh Uni Eropa tidak akan mampu menurunkan emisi karbon secara signifikan.
ADB memperkirakan penurunan emisi karbon global berkat CBAM tidaklah lebih dari 0,2%. Pada saat yang sama, ekspor menuju Eropa akan turun sebesar 0,4%, sedangkan ekspor Asia ke Eropa akan turun 1,1%.
"Negara Asia yang banyak mengekspor komoditas yang carbon-intensive akan terdampak negatif oleh kehadiran CBAM," tulis ADB dalam keterangan resmi, dikutip pada Minggu (3/3/2024).
Menurut ADB, perlu disiapkan mekanisme yang mampu mendorong adopsi kebijakan carbon pricing oleh negara-negara Asia. Apabila carbon pricing tidak diadopsi secara merata oleh seluruh yurisdiksi, kebijakan ini tidak akan mampu menekan emisi karbon secara signifikan.
"Kebijakan carbon pricing yang terfragmentasi pada setiap yurisdiksi hanya akan membatasi emisi karbon secara parsial," ujar Kepala Ekonom ADB Albert Park.
Park menuturkan kebijakan carbon pricing perlu diperluas penerapannya ke wilayah lain di luar Uni Eropa, termasuk di Asia, guna mengurangi emisi karbon global secara signifikan.
Sebagai informasi, CBAM merupakan pungutan khusus yang diberlakukan oleh Uni Eropa terhadap barang yang diimpor dari luar Uni Eropa dalam hal produksi dari barang tersebut menimbulkan emisi CO2.
Uni Eropa berencana menerapkan CBAM atas beragam komoditas, mulai dari baja, semen, dan impor listrik. Rencananya, CBAM mulai berlaku di Uni Eropa pada 2026.
Uni Eropa berargumen CBAM diperlukan untuk menekan carbon leakage. Tanpa adanya CBAM, produsen akan terdorong untuk memindahkan produksinya dari negara dengan aturan emisi karbon ketat menuju negara yang menerapkan regulasi emisi karbon longgar. (rig)