Ilustrasi.
BRUSSELS, DDTCNews - EU Tax Observatory memperkirakan kehadiran pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) tidak akan memberikan tambahan penerimaan pajak yang signifikan.
Lewat laporannya yang bertajuk Global Tax Evasion Report 2024, EU Tax Observatory memandang terdapat beragam kesepakatan yang dicapai oleh Inclusive Framework pada Pilar 2 yang justru memperlemah desain pajak minimum global.
"Desain pajak minimum global telah diperlemah secara drastis karena banyaknya celah hukum. Dengan desain saat ini, pajak minimum global hanya akan menghasilkan tambahan penerimaan sebesar 4,8% dari total penerimaan PPh badan global saat ini," tulis EU Tax Observatory dalam laporannya, dikutip Jumat (3/11/2023).
Potensi penerimaan dari pajak minimum global menjadi lebih rendah dari yang seharusnya karena adanya substance based income exclusion sebesar 8% dari nilai aktiva tetap dan 10% dari biaya gaji, perlakuan khusus terhadap refundable tax credit, dan dikecualikannya perusahaan AS dari ketentuan pajak minimum hingga 2026.
Menurut EU Tax Observatory, kehadiran substance based income exclusion memungkinkan perusahaan untuk membayar pajak dengan tarif efektif di bawah 15% sepanjang memiliki aktivitas ekonomi substansial.
Substance based income exclusion justru mendorong perusahaan untuk memindahkan produksinya ke negara dengan tarif pajak rendah. Dengan demikian, race to the bottom diekspektasikan akan tetap terjadi.
"Jika perusahaan memindahkan aktivitas produksinya ke negara dengan tarif pajak rendah, tidak ada batas minimal mengenai jumlah pajak yang seharusnya dibayar. Tarif berapapun, bahkan 0%, dapat diterima," tulis EU Tax Observatory.
Selanjutnya, perlakuan khusus terhadap refundable tax credit juga memberi ruang terhadap perusahaan multinasional untuk membayar pajak di bawah 15%. Pasalnya, Pilar 2 memperlakukan refundable tax credit sebagai penambah GloBE income, bukan pengurang covered taxes.
Menurut EU Tax Observatory, perlakuan khusus atas refundable tax credit akan mendorong yurisdiksi suaka pajak untuk memberikan fasilitas berupa kredit pajak kepada perusahaan multinasional. Dengan demikian, perusahaan multinasional yang berlokasi di negara suaka pajak bisa membayar pajak dengan tarif efektif di bawah 15% tanpa menimbulkan pengenaan top-up tax oleh yurisdiksi lain.
"Celah ini berisiko memunculkan persaingan insentif kredit pajak. Hal ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan kompetisi tarif pajak yang terjadi sejak 1980-an hingga saat ini," tulis EU Observatory.
Terakhir, perusahaan multinasional AS dikecualikan dari penerapan undertaxed payment rule (UTPR) setidaknya hingga 2026. "Yurisdiksi lain tidak diizinkan untuk memungut kekurangan pembayaran pajak dari perusahaan multinasional AS setidaknya hingga 2026," tulis EU Tax Observatory.
Menurut EU Tax Observatory, bila celah-celah hukum di atas dihapuskan dan tarif pajak minimum global ditingkatkan dari 15% menjadi 20%, tambahan penerimaan pajak secara global diperkirakan mencapai 16,7% dari total PPh badan global saat ini.
Untuk diketahui, ketentuan pajak minimum global sebagaimana dimaksud dalam Pilar 2 berlaku terhadap perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta per tahun. Indonesia sendiri berencana untuk mengadopsi Pilar 2 dan menerapkan income inclusion rule (IIR) sekaligus qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT) mulai tahun depan. (sap)