Ilustrasi.
BANGKOK, DDTCNews - Pemerintah Thailand memutuskan untuk membatalkan rencana pengenaan pajak atas transaksi saham.
Sekretaris Menteri Keuangan Paopoom Rojanasakul mengatakan pemerintah telah memperhatikan berbagai masukan yang disampaikan publik mengenai wacana kebijakan pajak atas transaksi saham. Menurutnya, pengenaan pajak atas transaksi saham dikhawatirkan akan berdampak buruk pada daya saing investasi Thailand.
"Kementerian Keuangan ingin pasar modal Thailand dapat mempertahankan likuiditas, stabilitas, volume, dan kualitas perdagangan yang tinggi, dikombinasikan dengan biaya pendanaan yang rendah," katanya, dikutip pada Senin (2/10/2023).
Paopoom menekankan pentingnya daya saing pasar modal Thailand terhadap pasar internasional, khususnya Singapura. Pemerintah pun berupaya memberikan dukungan untuk menumbuhkan daya saing ini, termasuk melalui pemberian insentif pajak, sehingga wacana pajak transaksi saham dibatalkan.
Pajak atas transaksi saham semula direncanakan mulai berlaku pada awal 2023. Pajak ini sebetulnya bukan barang baru karena sempat masuk dalam undang-undang, tetapi kemudian dihapuskan pada 1991.
Pajak ini rencananya dikenakan dengan tarif 0,11% atas perdagangan saham. Namun pada tahun pertama, pelaku perdagangan saham bakal membayar 0,055% per saham yang terjual.
Kemenkeu sempat menghitung pengenaan pajak atas transaksi saham berpotensi mendatangkan tambahan penerimaan senilai THB16 hingga THB18 miliar atau Rp6,74 hingga Rp7,58 miliar per tahun.
Sementara itu, Kemenkeu dalam cetak biru fiskal jangka menengah menuliskan potensi pendapatan dari pajak transaksi saham hanya senilai THB14 miliar atau Rp5,9 miliar.
"Tujuan kami [membatalkan pajak transaksi saham] adalah agar Bursa Efek Thailand berkembang dan menjadi landasan perekonomian sehingga sektor swasta dapat lebih mendorong perekonomian nasional," ujar Paopoom dilansir thethaiger.com. (sap)