Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji (tengah) berfoto bersama dengan para dosen dan mahasiswa peserta Taxplore.
JAKARTA, DDTCNews – Peserta kompetisi Taxplore yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Administrasi Fiskal (Kostaf) Universitas Indonesia (UI) mengunjungi Menara DDTC. Kunjungan ini ditujukan untuk mendapat gambaran profesi konsultan pajak serta mempelajari pemajakan digital.
Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji menerima kunjungan tersebut. Dalam kesempatan itu, Bawono mengatakan company visit ke DDTC merupakan pilihan tepat. Pasalnya, proses bisnis pada DDTC tidak hanya berorientasi pada keuntungan tetapi juga mengedukasi.
“Mudahan-mudahan kunjungan Anda semua ke sini bisa menginspirasi untuk dapat menjadi sumber daya manusia di bidang pajak yang unggul,” ujar Bawono, Jumat (29/11/2019)
Memasuki sesi materi, Tax Law Surveillance DDTC Awwaliatul Mukarromah memaparkan tentang pemajakan ekonomi digital. Dia mengatakan setiap negara memiliki hak atas aturan pajaknya sendiri. Perbedaan aturan itu membuat perusahaan multinasional di sektor digital memanfaatkannya untuk merancang perencanaan pajak yang agresif.
Lebih lanjut, dia menjabarkan perbedaan antara ekonomi konvensional dan ekonomi digital. Dia menjelaskan ekonomi digital bukan merupakan sektor terpisah dari ekonomi pada umumnya. Hal yang membedakan hanya pada cara berbisnis dari konvensional menjadi terdigitalisasi.
“Transformasi inilah yang menjadi tantangan bagi banyak negara. Sebab, belum ada kepastian hukum serta teknis untuk menghitung penghasilan atau keuntungan atas ekonomi digital. Padahal, perlu diciptakan kesetaraan agar sama-sama dikenakan pajak,” jelas Awwaliatul
Selanjutnya, dijelaskan tentang permasalahan dalam mendesain kebijakan untuk aturan pajak digital. Hal ini mulai dari bagaimana cara memastikan kepatuhan, menutup celah kesempatan penghindaran pajak, hingga permasalahan pemotongan PPN antaryurisdiksi.
Secara lebih terperinci, Awwaliatul memaparkan bagaimana perkembangan global atas pajak ekonomi digital, aksi kebijakan unilateral yang telah ditempuh Inggris, Australia, India, Malaysia serta Prancis, bagaimana framework proposal yang digarap OECD, serta seperti apa situasi di Indonesia.
Dalam acara yang diikuti sekitar 40 orang tersebut, koordinator company visit Taxplore Wulandari Kartika Sari menyatakan adanya kolaborasi antara DDTC dengan dunia akademisi sangat membantu untuk menganalisa arah kebijakan pajak yang ideal.
“Adanya kolaborasi antara DDTC dengan dunia akademisi membuat kita dapat menganalisis arah kebijakan pajak yang dapat bermanfaat untuk negara. Sehingga, tidak hanya berbicara tentang teknis perpajakan saja,” kata Wulandari.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pemarapan dari Human Resource Department (HRD) DDTC Rika Aryani. Dia memberikan pemaparan company profile DDTC. Pada kesempatan yang sama diberikan pula penjabaran tentang DDTC executive internship program.
Selain itu, Specialist Transfer Pricing Services Alfiah Ramadhani menceritakan pengalamannya selama menjadi karyawan DDTC. Tidak hanya itu, Fatmah Shabrina turut memberikan pesan kesannya saat menjalani executive internship program di DDTC. (kaw)