Ilustrasi. (foto: i.ytimg.com)
JAKARTA, DDTCNews – Prancis berencana mengenakan pajak pada tiket semua penerbangan yang berangkat dari Bandara di Prancis. Pajak yang direncanakan mulai efektif pada 2020 ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim.
Menteri Transportasi Prancis Elisabeth Borne mengatakan seluruh tiket pesawat untuk penerbangan yang berangkat dari Prancis akan dikenakan pajak, kecuali untuk penerbangan transit. Kebijakan ini diperkirakan mampu mengerek penerimaan sekitar 180 juta euro (sekitar Rp2,9 triliun).
“Kami telah memutuskan untuk memberlakukan pajak lingkungan pada semua penerbangan dari Prancis, hasilnya akan digunakan untuk membiayai transportasi harian di Prancis, terutama kereta lokal,” ujar Borne, seperti dikutip pada Rabu (10/7/2019).
Pemberlakuan pajak ini akan menambah 1,5 euro (sekitar Rp23.743) untuk biaya tiket penerbangan kelas ekonomi di dalam Prancis atau Uni Eropa, 3 euro (sekitar Rp47.486) untuk penerbangan keluar dari Uni Eropa, dan 9 euro (sekitar Rp142.460) hingga 18 euro (sekitar Rp284.920) untuk tiket kelas bisnis.
Sejak berita ini disiarkan, saham maskapai penerbangan di seluruh Eropa jatuh. Saham Air France turun 5,2%, Ryanair turun 4,8%, easyJet turun 4%. dan Lufthansa turun hampir 3%. Tidak mengherankan jika sebagian besar maskapai menentang pajak baru ini.
Hal ini dikarenakan maskapai penerbangan memberikan harga all-in dan permintaan untuk perjalanan sangat elastis. Dengan demikian, setiap kenaikan pajak kemungkinan besar akan ditransfer dalam harga tiket yang mahal dan berpotensi mengurangi permintaan perjalanan udara.
Kendati muncul penolakan, Borne justru mengatakan pemajakan atas tiket pesawat bukanlah hal baru. Swedia dan Belanda, sambungnya, sedang mempertimbangkan pengenaan pajak lingkungan yang sama. Terlebih, penerbangan adalah salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang tumbuh paling cepat.
Air France salah satu pihak yang paling terkena dampak negatif atas kebijakan ini. Air France mengklaim pajak baru akan secara signifikan merusak daya saingnya dan menambah biaya lebih dari 60 juta euro (sekitar Rp949,7 miliar) per tahun.
Airfrance menjelaskan 50% penerbangannya, terutama untuk jaringan domestiknya, dioperasikan di Perancis. Maskapai ini juga menunjukkan bahwa mereka telah kehilangan lebih dari 180 juta Euro (sekitar Rp949,7 miliar) tahun lalu pada penerbangan domestik.
Pemberlakuan pajak baru tersebut, dikhawatirkan Air France, berisiko membuat posisi mereka semakin lemah. Padahal, aktivitas Air France menyumbang 1,1% dari PDB nasional Prancis dan menghasilkan lebih dari 350.000 pekerjaan.
Dorongan pemberlakuan pajak atas tiket pesawat muncul pada saat pertemuan para menteri keuangan Uni Eropa (UE) bulan lalu. Prancis bersama Belanda mendorong UE untuk memberlakukan pajak atas perjalanan udara dalam bentuk retribusi bahan bakar atau tiket penumpang.
Di sisi lain, munculnya pajak atas tiket pesawat juga sebagai tanggapan atas yang dilayangkan gerakan rompi kuning karena kenaikan pajak diesel. Para demonstran yang tergabung dalam gerakan rompi kuning berargumen pajak diesel menciptakan beban yang tidak adil bagi orang miskin.
Menurut mereka, seperti dilansir Climate Change News, orang miskin bergantung pada mobil, sedangkan orang kaya yang naik pesawat untuk liburan di akhir pekan tidak dikenakan pajak yang sama. (MG-nor/kaw)