KONSULTASI

Apakah Iuran BPJS Masuk Cakupan Insentif PPh Pasal 21 DTP?

Redaksi DDTCNews | Selasa, 19 Mei 2020 | 16:04 WIB
Apakah Iuran BPJS Masuk Cakupan Insentif PPh Pasal 21 DTP?

Awwaliatul Mukarromah,
DDTC Fiscal Research

Pertanyaan:
SAAT ini saya bekerja sebagai kepala divisi pajak di perusahaan indutri pencetakan kain. Setiap bulannya perusahaan akan membayarkan iuran jaminan sosial karyawan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Kemudian, yang mau saya tanyakan, apakah iuran jaminan sosial termasuk penghasilan yang dapat memperoleh insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP)? Apabila perusahaan saya sudah memperoleh insentif tersebut, kapan seharusnya laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak tersebut disampaikan?

Syahputra, Bekasi.

Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Syahputra atas pertanyaannya. Pemerintah saat ini memberikan berbagai insentif pajak, salah satunya insentif PPh Pasal 21 DTP. Pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (PMK 44/2020).

Dalam Pasal 2 ayat (3) PMK 44/2020 telah disebutkan bahwa terdapat tiga kriteria untuk memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP. Pertama, pegawai menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) sebagaimana tercantum dalam lampiran PMK 44/2020. KLU yang dimaksud adalah sesuai dengan KLU yang tercantum dan telah dilaporkan pemberi kerja dalam SPT tahunan PPh tahun pajak 2018.

Kedua, memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Ketiga, pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.

Adapun definisi penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur merujuk pada Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (PER-16/2016).

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 PER-16/2016, penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.

Dalam lampiran PER-16/2016 mengenai petunjuk umum penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur bagi pegawai tetap dinyatakan bahwa untuk perusahaan yang masuk program BPJS Ketenagakerjaan (termasuk BPJS kesehatan), premi jaminan kecelakaan kerja (JKK), premi jaminan kematian (JK), dan premi jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.

Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai. Perlu diketahui pula, iuran jaminan hari tua (JHT), tunjangan hari tua, jaminan pensiun dan iuran pensiun tidak dapat menambah perhitungan penghasilan bruto walaupun ditanggung oleh pemberi kerja.

Lebih lanjut, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Program Jaminan Sosial yang Diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PP 73/2016), iuran jaminan sosial diartikan sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah dalam rangka program jaminan sosial.

Berdasarkan ketentuan di atas, iuran jaminan sosial termasuk dalam penghasilan yang bersifat tetap dan teratur. Dengan demikian, perusahaan Bapak berhak mendapat insentif PPh Pasal 21 atas pembayaran iuran jaminan sosial yang menjadi salah satu komponen penghasilan teratur pegawai.

Lebih lanjut, berkaitan dengan jangka waktu pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pajak diatur dalam Pasal 4 ayat (3) PMK 44/2020. Pasal tersebut menyebutkan bahwa laporan realisasi PPh Pasal 21 DTP disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Huruf E angka 2d Surat Edaran No. SE-29/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan PMK No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (SE-29/2020).

Apabila perusahaan Bapak Syahputra memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak April 2020 maka penyampaian laporan realisasi tersebut dilakukan paling lambat tanggal 20 Mei 2020. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan realisasi dilakukan untuk setiap masa pajak (satu bulan sekali) dan paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga membantu kesulitan Bapak.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN