KAMUS PAJAK

Apa Itu Imbalan dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan?

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 16 November 2021 | 11:00 WIB
Apa Itu Imbalan dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan?

PADA umumnya, suatu perusahaan akan memberikan imbalan berupa gaji dan tunjangan dalam bentuk uang yang dibayarkan secara langsung melalui cek atau transfer. Remunerasi dalam bentuk kas atau tunai ini dikenal pula dengan istilah benefit in cash.

Selain imbalan berupa uang, perusahaan sering kali juga memberikan imbalan dalam bentuk lain seperti barang dan fasilitas tertentu. Alhasil, dikenal pula istilah imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan (benefit in kind).

Sebagai suatu bentuk imbalan, pemberian natura dan/atau kenikmatan tidak terlepas dari ketentuan pajak. Adapun ketentuan pajak atas pemberian natura dan/atau kenikmatan menjadi salah satu pokok perubahan UU Pajak Penghasilan (PPh) dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Juga:
Catat! WP Ini Tak Kena Sanksi Denda Meski Telat Lapor SPT Tahunan

Lantas, apa itu imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan (fringe benefit)?

Definisi

SECARA konsep, natura atau fringe benefit merupakan bentuk tunjangan yang melengkapi atau di luar upah atau gaji normal (OECD Glossary). Selain itu, fringe benefit juga diartikan sebagai segala bentuk kompensasi nontunai yang secara sukarela diberikan pemberi kerja kepada karyawannya (Turner, 1999).

Fringe benefit tersebut dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Misalnya, bonus liburan, tunjangan perjalanan, akomodasi gratis, fasilitas kendaraan, pinjaman berbunga rendah, dan lain-lain (IBFD, 2015). Dalam ketentuan domestik, fringe benefit dikenal dengan istilah natura dan/atau kenikmatan.

Baca Juga:
Wajib Pajak Siap-Siap Ditunjuk DJP, Ikut Uji Coba Coretax System

Merujuk penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU No. 36 Tahun 2008 (UU PPh), penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang.

Lebih lanjut, penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d memberikan contoh imbalan dalam bentuk natura, di antaranya beras, gula, dan sebagainya. Sementara itu, imbalan dalam bentuk kenikmatan di antaranya seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan.

Namun, UU HPP mengubah bunyi Pasal 4 ayat (3) UU PPh beserta penjelasannya. Pasal 4 ayat (3) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP kini tidak lagi menguraikan definisi natura dan/atau kenikmatan. Ayat tersebut kini mengatur cakupan bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh.

Baca Juga:
Meski Lewat Tenggat Waktu, DJP Minta WP OP Tetap Lapor SPT Tahunan

Definisi dari naturan dan/atau kenikmatan kini diatur dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, yang dimaksud dengan imbalan dalam bentuk natura adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang. Sementara imbalan dalam bentuk kenikmatan adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan.

Ketentuan Pajak Terdahulu

BERDASARKAN pada Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh sebelum diubah dengan UU HPP, imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah bukanlah objek PPh (non-taxable income).

Namun, apabila natura dan/atau kenikmatan diberikan bukan oleh wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final, atau wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) maka atas natura dan/atau kenikmatan tersebut dikenakan pajak (taxable income).

Baca Juga:
Catat! Layanan Tempat dan Peralatan Golf Kena PPN, Bukan Pajak Hiburan

Adapun yang dimaksud dengan bukan wajib pajak antara lain kantor Sekretariat Jenderal Asean di Indonesia dan pihak lain yang diatur Pasal 3 UU PPh. Selanjutnya, wajib pajak yang dikenai PPh bersifat final misalnya wajib pajak usaha jasa konstruksi. Sementara itu, wajib pajak yang dikenai PPh berdasarkan deemed profit di antaranya wajib pajak di usaha jasa pelayaran luar negeri.

Contoh, seorang pegawai dari pejabat perwakilan diplomatik negara asing yang berada di Jakarta, memperoleh kenikmatan berupa fasilitas tempat tinggal dan kenikmatan dalam bentuk lainnya. Kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai karena pejabat perwakilan diplomatik yang bersangkutan memenuhi kriteria sebagai bukan wajib pajak.

Dari sisi pengusaha, biaya yang dikeluarkan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan juga tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto (non-deductible expense) sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh.

Baca Juga:
Kejar Penerimaan Pajak, Pemkot Bakal Sambangi Kelurahan Satu Per Satu

Pengecualian hanya diberikan untuk biaya penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu, dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan (PMK 167/2018). Anda juga dapat menyimaknya pada infografis berikut.

Ketentuan Pajak Terbaru

BERDASARKAN pada Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan termasuk sebagai objek PPh. Namun, tidak semua natura dan/atau kenikmatan akan dikenakan pajak.

Sebab, berdasarkan pada Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, terdapat 5 bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh. Bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari onjek PPh tersebut meliputi:

Baca Juga:
Sisir Tempat-Tempat Usaha, Pemda Cari Wajib Pajak Baru
  1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
  2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
  3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
  4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN, APBD, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau
  5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Adapun berdasarkan Pasal 32 C UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, ketentuan lebih lanjut terkait dengan imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak akan diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah (PP).

Simpulan

INTINYA, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan merupakan imbalan yang tidak diberikan dalam bentuk uang. Kendati sama-sama merupakan imbalan yang tidak dalam bentuk uang, keduanya memiliki sedikit perbedaan.

Perbedaan keduanya adalah natura merupakan imbalan dalam bentuk barang selain uang. Sementara kenikmatan merupakan imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 27 April 2024 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Catat! WP Ini Tak Kena Sanksi Denda Meski Telat Lapor SPT Tahunan

Sabtu, 27 April 2024 | 10:03 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Wajib Pajak Siap-Siap Ditunjuk DJP, Ikut Uji Coba Coretax System

Sabtu, 27 April 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Meski Lewat Tenggat Waktu, DJP Minta WP OP Tetap Lapor SPT Tahunan

BERITA PILIHAN
Sabtu, 27 April 2024 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Catat! WP Ini Tak Kena Sanksi Denda Meski Telat Lapor SPT Tahunan

Sabtu, 27 April 2024 | 10:03 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Wajib Pajak Siap-Siap Ditunjuk DJP, Ikut Uji Coba Coretax System

Sabtu, 27 April 2024 | 10:00 WIB PENDAPATAN DAERAH

Mendagri Minta Pemda Ambil Terobosan Demi Tingkatkan PAD

Sabtu, 27 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

RKP 2025 Disusun Meski RPJPN Belum Diundangkan, Ini Alasan Bappenas

Sabtu, 27 April 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Meski Lewat Tenggat Waktu, DJP Minta WP OP Tetap Lapor SPT Tahunan

Sabtu, 27 April 2024 | 07:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Sri Mulyani Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,17% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?