KAMUS PAJAK

Apa Itu BPHTB?

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 02 September 2020 | 18:21 WIB
Apa Itu BPHTB?

MELESATNYA kegiatan pembangunan di segala bidang membuat kebutuhan akan tanah dan bangunan terus meningkat. Peningkatan kebutuhan ini menjadikan transaksi jual beli tanah dan bangunan sebagai suatu aktivitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat.

Tanah memang sangat dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan dasar, terutama untuk papan dan lahan usaha. Selain itu, tanah juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di sisi lain, bangunan yang berdiri di atas tanah juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya.

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Guna mewujudkan hal tersebut, negara membutuhkan sumber pendanaan yang salah satunya dari pajak

Baca Juga:
PKB Progresif Tak Lagi Berlaku, Simak Tarif Pajak Terbaru di Sulteng

Karena itu, sudah sewajarnya pemilik yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan menyerahkan sebagian nilai ekonomis yang diperolehnya ke pemerintah. Penyerahan ini dilakukan melalui pembayaran pajak yang disebut BPHTB. Lalu, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan BPHTB?

Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka 41 UU 28/2009, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak ini adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan.

Adapun yang dimaksud dengan hak atas tanah dan.atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya. BPHTB merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan UU No.28/2009.

Baca Juga:
Pacu Setoran Pajak MBLB, DPRD Minta Penagihan Dilakukan Sejak Awal

Sebelumnya, BPHTB termasuk pajak pusat tetapi hasilnya sebagian besar diserahkan kepada daerah. Namun, sejak berlakunya UU 28/2009 kewenangan pemungutan BPHTB dialihkan kepada pemerintah kabupaten/kota.

Dampak positif dari adanya pengalihan tersebut adalah daerah dapat sepenuhnya memperoleh hasil dari penerimaan BPHTB. Hal ini tentu sangat menguntungkan terutama bagi pemerintah daerah kabupaten/kota yang pertumbuhan usaha propertinya tinggi.

Kendati demikian, pengenaan BPHTB tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak daerah.

Baca Juga:
Apa Itu PBJT atas Tenaga Listrik?

Objek, Subjek, Tarif
BERDASARKAN Pasal 85 ayat (1) UU 28/2009, objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan tersebut diantaranya dapat berasal dari pemindahan hak karena jual beli, penunjukan pembeli dalam lelang, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah.

Selain itu, jenis hak dasar menjadi objek BPHTB meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Meski memiliki cakupan objek pajak luas, tidak semua perolehan hak atas tanah dan/atas bangunan dikenai BPHTB.

Secara umum, ada 6 pihak yang atas perolehan hak tanah/bangunannya tidak dikenakan BPHTB. Pertama, perwakilan diplomatik, konsulat berdasar perlakuan timbal balik. Kedua, negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

Baca Juga:
Pacu Setoran Pajak Daerah pada 2025, Pemerintah Siapkan 3 Strategi

Ketiga, badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan. Keempat, orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. Kelima, Karena wakaf atau warisan. Keenam, untuk digunakan kepentingan ibadah

Adapun yang menjadi subjek dan wajib pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Hal ini berarti pungutan ini ditanggung oleh pembeli tanah dan/atau bangunan.

Namun, bukan berarti hanya pembeli yang dibebani pajak. Penjual sebagai pihak yang memperoleh penghasilan juga dikenakan pajak tetapi dalam bentuk pajak penghasilan (PPh). Dengan demikian pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.

Baca Juga:
Pemprov Jatim Atur Ulang Tarif Pajak Daerah, Begini Perinciannya

Tarif BPHTB ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota paling tinggi 5%. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberikan kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif BPHTB yang mungkin berbeda dengan daerah lain, asalkan tidak lebih dari 5%.

Besaran pokok pajak BPHTB yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif dengan nilai perolehan objek pajak (NPOP) setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP). NPOPTKP merupakan nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB.

Besarnya NPOPTKP ini ditetapkan dengan peraturan daerah dan dapat berbeda pada tiap daerah. Namun, berdasarkan Pasal 87 ayat (4) UU 28/2009 besaran NPOPTKP ditetapkan paling rendah senilai Rp60 juta untuk setiap wajib pajak.

Baca Juga:
Baru Berlaku 2 Bulan, Perda Pungutan Turis Asing di Bali Bakal Diubah

Akan tetapi, apabila perolehan hak berasal dari waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih memiliki hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah ,termasuk istri, maka NPOPTKP ditetapkan paling rendah senilai Rp300 juta.

Simpulan
BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pungutan ini ditanggung pihak yang memperoleh hak atas tanah/bangunan yang berarti pembeli. Namun demikian, penjual sebagai penerima penghasilan juga dikenakan pajak tetapi berupa pajak penghasilan (PPh). (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Timbang 03 Desember 2021 | 08:51 WIB

Dengan hormat, beberapa daerah ditengarai menetapkan NPOPTKP untuk peralihan hak karena waris bervariasi 60 juta dan atau di bawah 300 juta. bagaimana pendapat penulis? Terimakasih 🙏

02 September 2020 | 23:57 WIB

Terimakasih ilmunya DDTC

02 September 2020 | 21:47 WIB

penjelasannya sangat komperhensif, dan memudahkan saya dalam memahami BPHTB. keren.

02 September 2020 | 21:47 WIB

penjelasannya sangat komperhensif, dan memudahkan saya dalam memahami BPHTB. keren.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 23 April 2024 | 17:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Tak Ada Lagi Pemutihan Denda, WP Diminta Patuh Bayar Pajak Kendaraan

Selasa, 23 April 2024 | 12:30 WIB PROVINSI SULAWESI TENGAH

PKB Progresif Tak Lagi Berlaku, Simak Tarif Pajak Terbaru di Sulteng

Selasa, 23 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN SERANG

Pacu Setoran Pajak MBLB, DPRD Minta Penagihan Dilakukan Sejak Awal

Selasa, 23 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pajak Daerah dari WP Tertentu Bisa Dibayarkan Pemerintah, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Selasa, 23 April 2024 | 17:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Kode Billing atas Pemotongan PPh Final UMKM

Selasa, 23 April 2024 | 17:15 WIB REFORMASI PAJAK

Jelang Implementasi Coretax, DJP Bakal Uji Coba dengan Beberapa WP

Selasa, 23 April 2024 | 17:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Tak Ada Lagi Pemutihan Denda, WP Diminta Patuh Bayar Pajak Kendaraan

Selasa, 23 April 2024 | 16:55 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Penyelesaian BKC yang Dirampas, Dikuasai, dan Jadi Milik Negara

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Selasa, 23 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Apresiasi 57 WP Prominen, Kanwil Jakarta Khusus Gelar Tax Gathering

Selasa, 23 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Barang Bawaan dari Luar Negeri yang Perlu Diperiksa via Jalur Merah

Selasa, 23 April 2024 | 14:49 WIB PAJAK PENGHASILAN

Ingat, PTKP Disesuaikan Keadaan Sebenarnya Tiap Awal Tahun Pajak