KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Barang Tidak Dikuasai (BTD)?

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 18 September 2023 | 17:00 WIB
Apa Itu Barang Tidak Dikuasai (BTD)?

DITJEN Bea dan Cukai (DJBC) memiliki proses baku yang tidak singkat dalam mengelola barang tegahan. Secara ringkas, barang yang ditegah tersebut akan melewati beberapa tahapan yang terdiri atas tahapan pemeriksaan, tahapan penetapan status, dan tahapan penyelesaian.

Pada tahapan pemeriksaan, pejabat bea cukai akan melakukan pencacahan barang untuk mengetahui jumlah saat awal ditegah. Selain itu, pejabat bea cukai akan mendalami informasi lewat pemeriksaan subjek yang terkait dengan barang tersebut.

Pemeriksaan atas barang tegahan dilakukan dengan jangka waktu yang bervariasi bergantung pada kecukupan informasi yang diperoleh. Apabila informasi yang diperlukan telah memadai maka tahapan selanjutnya adalah penetapan status barang.

Baca Juga:
Syarat Piutang Tak Tertagih kepada Debitur Kecil agar Dapat Dibiayakan

Untuk menentukan status barang tersebut, pejabat bea cukai harus mendalami status apa yang dapat dikategorikan ke dalam barang yang bersangkutan. Penetapan status barang tersebut di antaranya mengacu pada PMK 178/2019.

Merujuk pada PMK 178/2019, terdapat 3 status barang yang diatur di antaranya barang yang dinyatakan tidak dikuasai. Istilah ini biasanya muncul jika pemilik barang tidak menyelesaikan kewajiban kepabeanan impor/ekspor barang.

Lantas, apa itu barang yang dinyatakan tidak dikuasai? Barang yang dinyatakan tidak dikuasai (BTD) merupakan salah satu kategori yang disematkan terhadap barang-barang yang masih terdapat kendala atau belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya.

Baca Juga:
Pengeluaran Sebagian Impor Barang yang Dilayani Segera, Ini Kata DJBC

Merujuk Pasal 2 ayat (1) PMK 178/2019, BTD adalah barang-barang yang mempunyai salah satu di antara 3 kriteria. Pertama, barang yang ditimbun di tempat penimbunan sementara (TPS) yang melebihi jangka waktu 30 hari sejak penimbunannya.

Barang yang ditimbun di TPS melebihi jangka waktu 30 hari tersebut merupakan barang yang tidak diajukan pemberitahuan impornya, belum disetujui pengeluaran barang impornya, atau barang ekspor yang belum dimuat ke pengangkut.

Kedua, barang yang tidak dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat (TPB) yang telah dicabut izinnya dalam jangka waktu 30 hari sejak pencabutan izin. Ketiga, barang yang dikirim melalui penyelenggara pos (barang kiriman pos) impor atau ekspor yang ditolak penerima.

Baca Juga:
Hitungan PPh 21 atas Jasa Bukan Pegawai yang Mempekerjakan Orang Lain

Barang kiriman pos yang dimaksud merupakan barang yang ditolak oleh penerima dan tidak dapat dikirim ke luar daerah pabean atau barang kiriman pos dengan tujuan luar daerah pabean yang diterima kembali dan tidak diselesaikan oleh pemilik barang kiriman dalam waktu 30 hari.

Atas barang-barang tersebut, pejabat bea cukai yang berwenang akan mengategorikannya sebagai BTD. Pengategorian itu dilakukan dengan membukukan barang-barang tersebut ke dalam buku catatan pabean mengenai barang yang dinyatakan tidak dikuasai.

Selanjutnya, pejabat bea cukai akan memindahkan dan menyimpan barang BTD di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunan pabean (TPP) dan dipungut sewa gudang. Sewa gudang tersebut dihitung untuk paling lama 60 hari.

Baca Juga:
Lapor ke Jokowi, Sri Mulyani Janjikan Perbaikan Layanan Bea Cukai

Pejabat bea cukai akan memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, pemilik barang, dan/atau kuasanya untuk segera menyelesaikan kewajiban pabean yang terkait dengan BTD

importir, eksportir, pemilik barang, dan/ atau kuasanya harus menyelesaikan kewajiban pabean atas BTD dalam jangka waktu 60 hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP.

Apabila tidak diselesaikan dalam waktu 60 hari maka barang tersebut dapat diselesaikan dengan lelang, dimusnahkan, atau ditetapkan menjadi barang milik negara (BMN). (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN