BERITA PAJAK HARI INI

Apa Harus Punya NPWP untuk Dilakukan Pemeriksaan Bukper? Ini Kata DJP

Redaksi DDTCNews | Senin, 23 Oktober 2023 | 09:35 WIB
Apa Harus Punya NPWP untuk Dilakukan Pemeriksaan Bukper? Ini Kata DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) bisa dilakukan terhadap siapa saja. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (23/10/2023).

Dalam sebuah unggahan pada media sosial, DJP menegaskan pemeriksaan bukper tidak tergantung pada sudah punya atau tidaknya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pemeriksaan bukper dilakukan jika ada indikasi suatu tindak pidana pada bidang perpajakan.

“Apakah harus memiliki NPWP untuk dilakukan pemeriksaan bukper? Tentu tidak. Siapa saja yang terindikasi melakukan suatu tindak pidana di bidang perpajakan, baik memiliki NPWP atau tidak, dapat dilakukan pemeriksaan bukper,” tulis DJP dalam unggahannya pada Instagram.

Baca Juga:
Soal PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan ke Pemerintah Baru

Berdasarkan pada informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP), dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan bukper sebelum penyidikan tindak pidana pada bidang perpajakan. IDLP yang diterima akan dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen dan/atau kegiatan lain.

“Yang hasilnya dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan, pemeriksaan bukper, atau tidak ditindaklanjuti,” imbuh DJP.

Selain mengenai pemeriksaan bukper, ada pula ulasan terkait dengan seleksi calon hakim agung. Kemudian, ada juga bahasan terkait dengan pemberian insentif pajak pendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.

Baca Juga:
Permohonan Penelitian di Kantor Pajak Ditolak? Bisa Jadi Ini Alasannya

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

9 Indikasi Tindak Pidana Perpajakan yang Picu Pemeriksaan Bukper

DJP menjelaskan ada 9 indikasi tindak pidana perpajakan yang dapat memicu pemeriksaan bukper. Pertama, sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Kedua, sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau PKP. Ketiga, sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Keempat, sengaja menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. Kelima, sengaja menolak untuk dilakukan pemeriksaan.

Keenam, sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu/dipalsukan seolah-olah benar atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Ketujuh, sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain.

Baca Juga:
Luhut Ungkap RI Bisa Dapat Pendapatan Jumbo dari Perdagangan Karbon

Kedelapan, sengaja tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain dalam jangka waktu yang ditentukan. Kesembilan, sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. (DDTCNews)

Calon Hakim Agung

Komisi Yudisial (KY) menyerahkan 11 nama calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc HAM yang lulus seleksi wawancara. Nama-nama CHA dan calon hakim ad hoc HAM yang lolos langsung diserahkan oleh Ketua KY Amzulian Rifai kepada Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus.

"11 nama yang diusulkan untuk mendapatkan persetujuan itu dengan komposisi 1 CHA kamar perdata, 6 CHA kamar pidana, 1 CHA kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak, dan juga 3 calon hakim ad hoc HAM di MA.

Baca Juga:
Pemkab Karawang Atur Ulang Ketentuan Pajak Daerah, Begini Perinciannya

Adapun CHA TUN khusus pajak yang lulus dari seluruh tahapan seleksi oleh KY adalah Hakim Pengadilan Pajak Ruwaidah Afiyati. Dengan diserahkannya nama-nama CHA yang lolos seleksi, 11 CHA tersebut akan mengikuti fit and proper test yang akan digelar oleh Komisi III DPR. (DDTCNews)

UU APBN 2024

Pemerintah resmi mengundangkan UU 19/2023 tentang APBN 2024. UU APBN menjadi wujud pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sesuai dengan bagian pertimbangan UU 19/2023, APBN 2024 disusun berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Baca Juga:
4 Komoditas Tanaman Pangan yang Dikenai PPN Besaran Tertentu

Pendapatan negara pada 2024 senilai Rp2.802,29 triliun. Angka ini bersumber dari penerimaan perpajakan senilai Rp2.309,85 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp492 triliun, dan hibah Rp430,6 miliar.

Sementara itu, belanja negara senilai Rp3.325,1 triliun. Belanja negara ini terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp2.467,5 triliun dan transfer ke daerah Rp857,59 triliun. Defisit anggaran pada 2024 adalah senilai Rp522,82 triliun atau 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB). (DDTCNews)

Insentif Pajak Kendaraan Listrik

Pemerintah terus berupaya untuk mempercepat pembentukan ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Pembentukan ekosistem itu menjadi bagian dari upaya menurunkan emisi karbon. Salah satunya melalui berbagai insentif pajak untuk investor di sektor kendaraan listrik.

Baca Juga:
Punya Beberapa Usaha Berbeda, Bagaimana Tentukan KLU saat Daftar NPWP?

"Dengan adanya insentif-insentif untuk produsen ini, diharapkan akan memicu produksi berbagai jenis KBLBB di Indonesia," kata Plt. Sekretaris Jenderal Kemenperin Putu Juli Ardika.

Putu menuturkan insentif fiskal yang disediakan pemerintah untuk industri kendaraan listrik antara lain tax holiday, mini tax holiday, tax allowance, fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah, serta supertax deduction.

Ada pula insentif untuk konsumen kendaraan listrik antara lain PPnBM 0% dan PPN DTP, serta pajak kendaraan bermotor dan BBNKB 0% dari dasar pengenaan pajak. (DDTCNews)

Baca Juga:
Persetujuan Fasilitas Kepabeanan di IKN Diberikan dalam Waktu 5 Jam

Realisasi Investasi

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat realisasi investasi pada Januari hingga September 2023 mencapai Rp1.053,1 triliun. Realisasi itu setara dengan 75,2% dari target 2023 senilai Rp1.400 triliun.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan realisasi penanaman modal sampai dengan kuartal III/2023 tersebut telah membuka lapangan kerja hingga 1,36 juta orang.

"Kami telah minta investor agar ada yang padat karya dan ada yang berbasis teknologi tingkat tinggi. Yang padat karya kami minta untuk merekrut pekerja sehingga daya beli masyarakat bisa tercapai," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Pacu Investasi, Ada Insentif Perpajakan di IKN yang Diberi hingga 2045

Hasil Pengolahan Informasi secara Mandiri

Pejabat Bea dan Cukai kini dapat menindak barang yang diduga terkait dengan tindakan terorisme dan/atau kejahatan lintas negara (KLN) berdasarkan pada hasil pengolahan informasi secara mandiri.

Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 105/2023. Beleid yang diterbitkan pada 5 Oktober 2023 ini merupakan revisi dari PMK 81/2021. Revisi ketentuan di antaranya untuk menyempurnakan ruang lingkup bukti permulaan atas tindakan terorisme dan/atau KLN.

PMK 105/2023 juga memberikan peluang bagi pejabat Bea dan Cukai untuk meminta konfirmasi kepada kementerian/lembaga yang berwenang apabila bukti permulaan merupakan hasil pengolahan informasi secara mandiri.

Hal ini sedikit berbeda dengan ketentuan terdahulu. Sebab, dalam PMK 81/2021, hasil pengolahan informasi oleh pejabat Bea dan Cukai perlu divalidasi oleh kementerian/lembaga terkait yang membidangi urusan penanggulangan terorisme dan/atau KLN. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN