LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Adu Program Berebut Suara Wajib Pajak, Siapa Lebih Baik?

Redaksi DDTCNews
Kamis, 10 Januari 2019 | 20.26 WIB
ddtc-loaderAdu Program Berebut Suara Wajib Pajak, Siapa Lebih Baik?
Firmando Saragih,
Politeknik Wilmar Bisnis Indonesia Medan

PADA April 2019 rakyat Indonesia akan melakukan pesta demokrasi besar-besaran, dikarenakan masyarakat indonesia akan memilih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sekaligus pemilihan DPR dan DPD secara bersamaan.

Capres dan cawapres juga telah membuat program kerja dan menjadikan isu perpajakan sebagai  hal yang sentral dalam penetapan visi dan misinhya. Kandidat dapat memperoleh suara 39,2 juta wajib pajak jika mampu menjadikan isu perpajakan yang baik dalam visi dan misi yang akan dijalankan.

Pada visi misi pajak capres dan cawapres nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, melanjutkan adalah kata kunci utamanya. Sebagai calon petahana, wajar saja jika capres Jokowi menawarkan untuk melanjutkan apa yang telah dirintis pada tahun kepemimpinan sebelumnya.

Revolusi pajak sudah dilakukan Presiden Jokowi pada masa pemerintahannya antara lain program tax amnesty. Program ini merupakan pencapaian yang laik mendapatakn apresiasi sebagai salah satu cara untu melepaskan kebuntuan akibat beban target pajak yang tinggi dan kegamangan dunia usaha.

Tax amnesty meraih Rp134,8 triliun, deklarasi harta Rp4.865,7 triliun, repatriasi Rp147,1 triliun dan diikuti 965.983 wajib pajak. Tax amnesty juga jadi modal sosial dan jembatan ke sistem perpajakan baru yang berkeadilan, akuntabel, transparan dan berkepastian hukum melalui reformasi pajak.

Reformasi pajak ke depan harus dapat memperbaiki masalah kompetensi dan mental sumber daya manusia (SDM) di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini karena banyaknya kasus korupsi di DJP, agar pajak yang disetor dapat tersalurkan dan tidak disalahgunakan untuk keperluan pribadi.

Mengubah DJP menjadi Badan Penerimaan Negara (BPN) merupakan program yang seharusnya juga dapat dilakukan capres nomor urut satu. BPNtidak lagi di bawah naungan Kementerian Keuangan, sehingga memiliki keleluasan dalam membuat kebijakan hingga pembenahan SDM.

Reformasi pajak dapat membuat sistem perpajakan membaur dengan teknologi. Hal ini bertujuan agar semua urusanadministrasi perpajakan menjadi hal yang tidak rumit, dan hal ini juga membuat wajibpajak dan fiskus tidak perlu bertatap muka. Dengan demikian kongkalikong dapat terminimalisir.

Selain itu, terdapat pula insentif pajak bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pada 2018 jumlah UMKM di Indonesia mencapai 58,97 juta orang. Namun, hanya sekitar 2 juta pelaku UMKM yang berpartisipasi dalam membayar pajak.

Pemerintah perlu membuat perlakuankhusus terkait pajak UMKM di Indonesia. Juli 2018 pemerintah telah merevisi PP No 46 Tahun 2013 menjadi PP No 23 Tahun 2018, di mana UMKM dikenakan tarif yang dahulu 1% menjadi 0,5% dikalikan denganperedaran brutonya.

Hal seperti ini perlu diperhatikan dengan baik oleh pemerintah, karena UMKM juga memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional (produk domestik bruto)dan juga mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.

Insentif pajak bagi UMKM perlu diperhatikan karena UMKM di Indonesia sulit tumbuh. Tidak sedikit pelaku UMKM menutup usaha. Dengan insentif pajak, akan lebih banyak UMKM yang ikut serta membangun bangsa dengan membayar pajak dan jiwa nasionalisme pelakunya juga kian tumbuh.

Pada visi misi pajak capres dsan cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, agresif merupakan kata kuncinya. Kandidat ini menyusun beberapa strategi pajak untuk mengambil simpati masyarakat khususnya wajib pajak di Indonesia.

Pertama, menaikan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Jika program ini  diterapkan ke depan, tentu akan mengakibatkan nilai minus atau mengurangi setoran PPh 21.

Namun, nilai minus itu akan terkompensas oleh tambahan penerimaan pajak pertambahan nilai dan PPh Pasal 4 ayat 2 atas transaksi pembelian barang/ jasa kena pajak untuk kebutuhan pokok. Selain itu, daya investasi masyarakat juga diharapkan dapat meningkat dan menggerakan ekonomi nasional.

Kedua, menghapus birokrasi yang menghambat perpajakan. Program ini bertujuan agar masyarakat yang ingin memenuhi kewajiban sebagai wajib pajakdengan mudah dapat melakukannya, sehingga dapat mendorong masyarakat lebih banyak lagi untuk ikut serta dalam membayar pajak.

Ketiga, menghapus pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi rumah tinggal utama dan pertama. Kebijakan ini tentu bisameringankan beban hidup masyarakat. Namun, kebijakan ini mengalami kendala karena akan terjadi pengurangan pendapatan PBB yang selama ini ditarik pemerintah daerah.

Melihat program pajak yang dicanangkan kedua pasangan capres dan cawapres itu, tentu terdapat kelebihan dan kekurangan. Dengan berbagai masukan positif, setiap kandidat perlu memperbaiki program pajaknya.

Bukan hanya itu, pemerintahan berikutnya diharapkan mampu melakukan langkahafirmasi hukum perpajakan di Indonesia, dan mampu menggali potensi pajak yang tersedia dengan adanya perubahan positif pada dunia usaha di Indonesia.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.