Researcher DDTC Fiscal Research & Advisory Lenida Ayumi dalam Seminar Pajak UU HKPD.
MALANG, DDTCNews - Pemda dipandang perlu menetapkan target penerimaan pajak dan retribusi daerah secara lebih presisi seiring dengan ditetapkannya UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Researcher DDTC Fiscal Research & Advisory Lenida Ayumi mengatakan Pasal 102 UU HKPD mengamanatkan kepada pemda untuk menyusun target pajak daerah dengan mempertimbangkan kebijakan ekonomi daerah dan juga potensi pajak. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh DDTC FRA, diketahui masih terdapat pemda yang menetapkan target pajak di bawah potensi di daerahnya.
"Pemda masih memiliki banyak potensi yang belum tercermin pada target APBD," ujar Ayumi dalam Seminar Pajak UU HKPD yang digelar oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Malang (Unisma), Kamis (24/11/2022).
Dengan target yang tergolong rendah, tidak mengherankan bila pemda seringkali bisa merealisasikan target pajak yang ditetapkan dalam APBD setiap tahunnya. Hal ini berbeda dengan pemerintah pusat yang seringkali tak dapat mencapai target penerimaan pajak pada APBN.
Untuk mengukur potensi pajak secara lebih akurat, Ayumi mengatakan pemda perlu melakukan analisis tax gap guna mengetahui besaran potensi pajak yang belum tergali selama ini.
Selanjutnya, UU HKPD memberikan keleluasaan bagi pemda untuk memberikan insentif pajak melalui peraturan kepala daerah (perkada). Pada UU HKPD, insentif pajak dapat diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan membayar, kondisi tertentu, untuk mendukung pelaku usaha mikro dan ultra mikro, mendukung prioritas daerah, atau mendukung program prioritas nasional.
Ke depan, Ayumi melanjutkan, pemda perlu meningkatkan transparansi dari pemberian insentif pajak guna menciptakan good governance. Untuk mewujudkan ini, Ayumi mengatakan pemda perlu mulai melakukan manajemen belanja pajak yang baik. "Kami meyakini di pemda praktik tersebut juga perlu dimulai," ujar Ayumi.
Terakhir, pemda perlu mempertimbangkan technical reasonability, political acceptability, dan administrative feasibility dalam mendesain kebijakan pajak sesuai dengan UU HKPD.
Ayumi mengatakan komponen-komponen kebijakan pajak perlu disusun dengan mempertimbangkan faktor perekonomian dan sosial serta sejalan dengan kebijakan fiskal nasional. Setelah diterapkan, pemda juga perlu melakukan evaluasi dampak kebijakan.
Suatu kebijakan harus diterima secara politis oleh para stakeholder di daerah agar suatu kebijakan pajak daerah dapat diimplementasikan secara lebih mudah.
Kebijakan pajak juga harus dapat diterapkan secara administratif agar kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang optimal bagi penerimaan.
"Ketiga aspek ini perlu diterapkan untuk memberikan kebijakan pajak yang lebih ideal dan selaras dengan agenda fiskal nasional," ujar Ayumi. (sap)