PRANCIS

Ada Pajak Minimum Global, OECD Dorong Yurisdiksi Evaluasi Tax Holiday

Muhamad Wildan
Minggu, 09 Oktober 2022 | 13.30 WIB
Ada Pajak Minimum Global, OECD Dorong Yurisdiksi Evaluasi Tax Holiday

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendorong negara-negara berkembang untuk mengevaluasi fasilitas tax holiday yang telah diberikan.

Dalam laporan berjudul Tax Incentives and the Global Minimum Corporate Tax: Reconsidering Tax Incentives after the GloBE Rules, tax holiday tidak bakal efektif menarik investasi seiring dengan berlakunya pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) pada tahun depan.

"Tax holiday merupakan salah satu instrumen insentif pajak yang membawa risiko paling besar bagi penerimaan, terutama apabila berlaku atas semua jenis penghasilan yang diterima perusahaan," sebut OECD dalam laporannya, Minggu (9/10/2022).

OECD mencatat banyak negara berkembang yang memberikan tax holiday guna menarik investasi. Ini juga sejalan dengan laporan World Bank berjudul 2017/2018 Global Investment Competitiveness Report yang turut mengulas tax holiday di negara berkembang.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan negara maju yang lebih banyak memberikan insentif-insentif berbasis biaya (expenditure-based tax incentives) di antaranya seperti penyusutan dipercepat dan tax allowance.

Meski mayoritas negara berkembang memiliki tarif pajak (statutory tax rate) di atas 15%, OECD mencatat tak sedikit negara berkembang yang memiliki tarif pajak efektif di bawah 15% dikarenakan beragam insentif, termasuk tax holiday.

OECD memandang tax holiday merupakan insentif yang berdampak besar terhadap penerimaan PPh badan dan juga cenderung tidak efektif diberikan.

"Tax holiday bukanlah instrumen yang baik dalam mendorong investasi. Spillover effect dari investasi yang mendapatkan tax holiday juga cenderung terbatas," tulis OECD dalam laporannya.

Untuk diketahui, laporan OECD mengenai interaksi antara insentif pajak dan pajak minimum global ini diterbitkan berdasarkan permintaan Indonesia selaku Presidensi G-20.

Hal ini dikarenakan keberadaan pajak minimum global dengan tarif 15% yang berlaku pada tahun depan akan berdampak terhadap efektivitas insentif-insentif pajak yang selama ini diberikan oleh negara berkembang untuk menarik investasi.

Menurut OECD, keberadaan pajak minimum global perlu dilihat oleh negara berkembang sebagai peluang untuk mereformasi insentif pajak.

Dengan pajak minimum global, negara berkembang berkesempatan untuk menghapus atau mereduksi insentif-insentif yang selama ini tidak efektif menarik investasi dan menggerus basis PPh badan.

Sebagai solusi jangka pendek, OECD mendorong setiap yurisdiksi untuk menerapkan pajak minimum domestiknya sendiri sejalan dengan ketentuan qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT) pada Pilar 2.

Dengan QDMTT tersebut, yurisdiksi dapat mengenakan pajak atas penghasilan yang kurang dipajaki berdasarkan Pilar 2 sebelum yurisdiksi lain mengenakan top-up tax atas penghasilan tersebut. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.