KINERJA FISKAL

6 Catatan Banggar DPR Soal Pendapatan Negara, Ada PPS dan Pajak Karbon

Dian Kurniati
Jumat, 24 Desember 2021 | 10.00 WIB
6 Catatan Banggar DPR Soal Pendapatan Negara, Ada PPS dan Pajak Karbon

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah (foto: dpr.go.id)

JAKARTA, DDTCNews - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengapresiasi kinerja pendapatan negara yang terus meningkat dan berangsur pulih dari tekanan pandemi Covid-19.

Said mengatakan pendapatan negara mampu tumbuh di tengah kondisi perekonomian global yang diliputi ketidakpastian. Meski demikian, dia memberikan catatan agar tren pemulihan pendapatan negara terus berlanjut.

"Saya tetap mengharapkan ada transformasi kebijakan yang terus dijalankan sebab masih terdapat kelemahan-kelemahan fundamental dalam postur pendapatan negara," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (24/12/2021).

Said mengatakan Banggar DPR akan terus memberikan dukungan kepada pemerintah yang secara disiplin mengawal dan mengelola APBN. Dia pun memberikan 6 rekomendasi yang perlu dilakukan pemerintah agar pemulihan pendapatan negara dapat terjaga hingga tahun depan.

Pertama, membenahi sistem penerimaan perpajakan nasional. Menurutnya, ada setidaknya 2 peluang sumber penerimaan baru pada 2022, yakni diberlakukannya pajak karbon mulai April 2022 dan pelaksanaan program pengampunan sukarela (PPS) pada 1 Januari-30 Juni 2022.

Mengenai PPS, dia menyebut program tersebut berpotensi memberi tambahan penerimaan pajak sekitar Rp110-Rp120 triliun.

Kedua, penerapan pajak karbon yang akan memberikan tambahan penerimaan baru, tapi secara bersamaan dapat mengoreksi pos pajak lainnya seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) dari sektor migas dan batu bara.

Ketiga, mendorong investasi pemerintah, BUMN, dan swasta pada energi baru dan terbarukan sebagai arah industri ke depan untuk mengurangi ketergantungan pada industri migas. Keempat, mengoptimalkan penerimaan dari barang kena cukai selain hasil tembakau.

Kelima, meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk membayar dan melapor SPT tahunan. Said merujuk data wajib pajak terdaftar pada 2019 yang mencapai 41,99 juta, sedangkan yang wajib SPT hanya 18,3 juta.

Terakhir, mendorong transformasi penerimaan pajak agar bertumpu pada PPh orang pribadi. Menurutnya, porsi PPh badan yang besar membuat penerimaan perpajakan Indonesia lebih rentan terdampak dinamika ekonomi domestik dan global.

Hal itu berdasarkan pada data wajib pajak badan pada 2019 yang sebanyak 3,3 juta, sedangkan yang wajib SPT hanya 1,47 juta dan realisasi pelaporan SPT sekitar 963.000.

"Artinya jika penerimaan perpajakan masih bertumpu pada PPh badan, maka risikonya akan lebih besar," ujarnya.

Hingga November 2021, pendapatan negara telah mencapai Rp1.699,4 triliun atau 97,5% dari target pada APBN 2021 senilai Rp1.743,6 triliun. Realisasi tersebut juga mencatatkan pertumbuhan 19,4% secara tahunan.

Penerimaan perpajakan tercatat mencapai Rp1.314,8 triliun atau tumbuh 18,6%. Adapun dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), realisasinya Rp382,5 triliun atau tumbuh 25,4%. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.