Ilustrasi.
MADRID, DDTCNews – Hasil survei IE University Center for the Governance of Change mencatat para pembayar pajak di Inggris dan Swedia paling bersedia untuk dikenai beban pajak lebih tinggi demi menaikkan upah pekerja publik, seperti petugas kebersihan.
Hasil survei menyatakan wajib pajak asal Inggris dan Swedia menjadi paling ‘dermawan’ di Eropa untuk dikenai beban pajak lebih tinggi apabila dana yang dikumpulkan diberikan untuk kenaikan gaji pekerja garis depan seperti tenaga kesehatan, petugas kebersihan dan petugas pos.
"70% responden asal Inggris dan Swedia bersedia menerima beban tambahan tagihan pajak untuk membantu pekerja di garis depan pada sektor kesehatan, kebersihan dan layanan pos," tulis survei IE University Center for the Governance of Change, Kamis (29/4/2021).
Berbanding terbalik, mayoritas wajib pajak Prancis atau sekitar 54% dari total responden wajib pajak Prancis justru menentang segala bentuk kenaikan pajak meski tambahan penerimaan yang diperoleh digunakan untuk kenaikan gaji pekerja sektor publik.
Peneliti IE University Oscar Jonsson mengatakan hasil survei di 9 negara Eropa menyatakan sebanyak 61% dari total 2.769 responden bersedia membayar pajak lebih tinggi. Mereka rela merogoh kocek lebih dalam demi pekerja publik garis depan di bidang kesehatan dan kebersihan.
"Orang Prancis adalah yang paling tidak murah hati dan satu-satunya negara yang tidak bersedia membantu orang," tutur Jonsson.
Dia menambahkan survei tidak hanya berkutat pada masalah perpajakan. Responden juga ditanyakan terkait dengan urgensi mengendalikan jumlah mobil yang beredar di kota-kota besar Eropa. Hasilnya, terdapat perubahan pandangan masyarakat Eropa tentang pengendalian jumlah kendaraan.
Pada survei 2020, sebanyak 49% responden menentang adanya pembatasan jumlah kendaraan yang boleh melintas di jalan raya. Kini, selang satu tahun pandemi Covid-19, jumlah responden yang menolak turun menjadi 41%.
"Dua negara dengan dukungan terkuat untuk kebijakan pembatasan mobil adalah Spanyol dengan 55% dan Prancis sebesar 51% mendukung pembatasan mobil," sebut Jonsson seperti dikutip dari inews.co.uk. (rig)