PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA

Warganya Dermawan, Indonesia Bisa Tingkatkan Moralitas Pajak Lewat PPS

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 31 Mei 2022 | 17.30 WIB
Warganya Dermawan, Indonesia Bisa Tingkatkan Moralitas Pajak Lewat PPS

Researcher at DDTC Fiscal Research & Advisory (FRA) Lenida Ayumi. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews – Moralitas pajak dianggap menjadi kunci utama dalam menumbuhkan kepatuhan wajib pajak. Dalam praktiknya di berbagai negara, upaya peningkatan kepatuhan salah satunya dituangkan dalam kebijakan voluntary disclosure program (VDP). 

Di Indonesia, praktik VDP diimplementasikan melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Kebijakan ini, layaknya VDP yang berjalan di yurisdiksi lain, juga menjadi andalan untuk mendongkrak kepatuhan wajib pajak secara sukarela.

Researcher at DDTC Fiscal Research & Advisory (FRA) Lenida Ayumi menyebut Indonesia memiliki modal untuk membangun moral pajak melalui PPS. Modal itu mengacu pada temuan CAF World Giving Index 2018 yang menyatakan Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang paling dermawan di dunia.

“Artinya, moral masyarakat Indonesia untuk berkontribusi sangat tinggi. Tinggal bagaimana strategi untuk mendorong konstribusi mereka secara optimal melalui mekanisme pajak. Dalam hal ini salah satunya melalui PPS yang menggunakan pendekatan berbasis moral pajak untuk meningkatkan kepatuhan sukarela,” jelas Ayumi dalam webinar nasional oleh Himapa FE Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Selasa (31/5/2022)

Ayumi menjelaskan dalam konteks pajak, moral pajak (tax morale) menjadi ukuran sejauh mana motivasi intrinsik seseorang untuk mematuhi kewajiban pajaknya. Menurutnya, moral pajak menjadi kunci untuk menumbuhkan kepatuhan pajak secara sukarela.

Pembangunan moral pajak, sambung Ayumi, bersifat timbal balik. Artinya, pemerintah perlu memastikan kontribusi masyarakat terhadap pajak tidak dicapai melalui pendekatan yang memaksa. Dengan demikian, pada akhirnya masyarakat dapat patuh secara sukarela.

Ayumi menambahkan berbagai survei menunjukkan ada 3 faktor utama yang memengaruhi moral pajak. Ketiga faktor tersebut, antara lain kepuasan atas pelayanan publik, kepercayaan kepada pemerintah, dan persepsi atas korupsi.

Selain itu, berdasarkan laporan OECD, terdapat korelasi positif antara tingkat rasio pajak dengan tingkat moral pajak. Hal ini berarti moral pajak menjadi hal yang penting karena kepatuhan pajak pada akhirnya dapat bermuara pada peningkatan rasio pajak.

Ayumi selanjutnya menguraikan agenda kepatuhan pajak ke depan. Ia menyebut PPS yang akan berakhir pada akhir Juni 2022 punya kaitan erat dengan strategi optimalisasi kepatuhan pajak yang berbasis compliance risk management (CRM).

Dalam webinar bertajuk Membangun Moralitas Pajak dalam PPS ini juga ada narasumber lainnya. Kedua narasumber tersebut adalah Manager of SSA Budi Irwanto dan Seksi Pelayanan KPP Pratama Sukabumi Rudiatna. Rudiatna dalam pemaparannya menjelaskan tentang ketentuan PPS sebagaimana diatur dalam PMK 196/2021.

“PPS ini merupakan pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh,” jelas Rudiatna. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.