Ilustrasi.
SINGAPURA, DDTCNews - Pemerintah Singapura masih menimbang dinamika perekonomian sebelum memutuskan kenaikan tarif pajak barang dan jasa (good and services tax/GST). Rencananya, GST akan dinaikkan dari tarif saat ini 7% menjadi 9% di rentang 2022 hingga 2025.
Menteri Keuangan Lawrence Wong menyatakan rencana kenaikan tarif GST tetap jalan terus. Namun, dia memastikan kebijakan yang diputuskan nanti mengakomodir solusi untuk mengatasi ketimpangan pendapatan dan kekayaan, serta mendukung UMKM.
"Kami akan terus mempertimbangkan semua faktor, termasuk kebutuhan fiskal kami dan kondisi ekonomi yang ada, dalam memutuskan waktu kenaikan tarif GST," katanya, dikutip Rabu (6/10/2021).
Singapura memang perlu meningkatkan penerimaan negara demi menyehatkan fiskal setelah pandemi Covid-19. Peningkatan penerimaan pajak juga akan mengimbangi berbagai belanja yang diperkirakan akan terus naik dalam tahun-tahun mendatang. Kenaikan porsi belanja terutama untuk pelayanan kesehatan dan perlindungan sosial.
Ada sejumlah langkah yang disiapkan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak penghasilan, pajak properti, dan bea meterai.
Dia menyebut rencana kenaikan tarif GST menjadi bagian dari strategi fiskal yang berkelanjutan di Singapura. Menurutnya, basis pajak GST yang luas akan membuat kenaikan tarif lebih efektif meningkatkan penerimaan.
Rencana kenaikan GST menjadi 9% pertama kali diumumkan melalui APBN 2018, yang diikuti dengan paket jaminan senilai Sin$6 miliar pada APBN 2020 untuk membantu meredam dampak kenaikan tarif pajak. Bantuan itu akan diarahkan kepada rumah tangga berpenghasilan rendah.
Dalam rapat bersama DPR kali ini, Wong memperoleh berbagai tanggapan dari anggota parlemen termasuk Yip Hon Weng dan Louis Chua. Kedua anggota dewan itu menilai kenaikan GST harus hati-hati, atau jika perlu pemerintah menerapkan pajak kekayaan secara bersamaan untuk mengatasi masalah ketimpangan.
Menanggapi pandangan tersebut, wong menyebut pengenaan pajak kepada orang kaya telah masuk dalam skema pajak penghasilan, sedangkan kepemilikan properti pribadi juga dikenakan pajak progresif sesuai dengan nilai tahunan properti.
Dia menambahkan pemerintah masih akan terus mengkaji setiap opsi kebijakan yang dapat ditempuh. Nantinya, kebijakan yang diambil juga akan diumumkan melalui APBN 2022.
"Jadi ini adalah proses yang berkelanjutan," ujarnya, dilansir straitstimes.com. (sap)