UJI MATERIIL

UU Pengadilan Pajak Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Muhamad Wildan | Kamis, 09 Maret 2023 | 18:30 WIB
UU Pengadilan Pajak Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi (foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews - Pemohon bernama Nurhidayat mengajukan permohonan pengujian materiil atas Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon meminta majelis hakim untuk menyatakan Pasal 5 ayat (2) bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “Departemen Keuangan” pada ayat tersebut tidak dimaknai “Mahkamah Agung”.

"Sehingga ketentuan norma Pasal 5 ayat (2) selengkapnya berbunyi 'Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung'," tulis kuasa hukum pemohon Viktor Santoso Tandiasa, dikutip pada Kamis (9/3/2023).

Baca Juga:
Wajib Pajak Bisa Masuk Sasaran Penggalian Potensi, Ini Indikatornya

Saat ini, Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak mengatur pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan di Pengadilan Pajak dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pemohon memandang ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Menurut pemohon, Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak tidak konsisten atau tidak sesuai dengan prinsip negara hukum dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

Baca Juga:
Pajak Karbon Belum Berjalan, Sri Mulyani: Perlu Bertahap dan Hati-Hati

Pemohon memandang peran Kemenkeu dalam Pengadilan Pajak tak sesuai dengan prinsip separation of power, baik secara fungsional maupun institusional. Kewenangan Kemenkeu yang besar berpotensi menyebabkan Pengadilan Pajak tidak independen dalam menjalankan kewenangannya.

Kondisi tersebut juga dipandang bertentangan dengan prinsip independensi lembaga peradilan. Untuk mewujudkan Pengadilan Pajak yang sepenuhnya masuk dalam kekuasaan kehakiman, diperlukan pengaturan ulang atas pembinaan Pengadilan Pajak dari dual roof menjadi one roof system di bawah Mahkamah Agung.

Selama hampir 21 tahun berlakunya UU Pengadilan Pajak, pemohon menganggap masih belum ada political will dari pemerintah untuk menyerahkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan di Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung.

Baca Juga:
Erick: BUMN Sudah Setor Pajak Sampai Rp 278 Triliun pada 2022

Akibat dipertahankannya Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, kekuasan eksekutif terus berperan dalam menentukan tata cara penunjukan hakim ad hoc; menentukan tunjangan Ketua, Wakil Ketua, hingga Hakim Pengadilan Pajak.

Kemudian, menentukan tata kerja kesekretariatan; serta mengangkat dan memberhentikan panitera. Hal seperti tidak terjadi di pengadilan-pengadilan lain yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.

Merujuk dalam laman resminya, MK telah menyampaikan pemberitahuan kepada DPD, DPR, MPR, pemerintah, dan MA perihal permohonan uji materiil dari pemohon. Namun, MK belum menentukan tanggal sidang pemeriksaan pendahuluan I.

Baca Juga:
Kinerja PNBP di Kementerian dan Lembaga Bakal Dinilai Kemenkeu

Sembari menunggu, MK meminta kepada DPR dan pemerintah untuk mempersiapkan keterangan dan risalah pembahasan perihal permohonan yang dimaksud.

Sebagai informasi, pembahasan mengenai lembaga peradilan pajak di Indonesia juga telah diulas dalam buku terbaru terbitan DDTC berjudul Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia: Persoalan, Tantangan, dan Tinjauan Di Beberapa Negara.

Buku yang terdiri atas 186 halaman ini ditulis langsung oleh Founder DDTC, yaitu Darussalam dan Danny Septriadi, serta Assistant Manager DDTC Consulting Yurike Yuki.

Salah satu bab dalam buku ini berjudul Rezim Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia. Dalam bab ini, penulis turut mengulas mengenai prinsip pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan kaitannya dengan independensi peradilan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 06 Juni 2023 | 17:00 WIB PENGAWASAN PAJAK

Wajib Pajak Bisa Masuk Sasaran Penggalian Potensi, Ini Indikatornya

Selasa, 06 Juni 2023 | 14:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Erick: BUMN Sudah Setor Pajak Sampai Rp 278 Triliun pada 2022

Selasa, 06 Juni 2023 | 13:30 WIB PMK 58/2023

Kinerja PNBP di Kementerian dan Lembaga Bakal Dinilai Kemenkeu

BERITA PILIHAN

Selasa, 06 Juni 2023 | 16:09 WIB DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Memahami Humor sebagai Wujud Mediasi Mini bagi Stakeholder Pajak

Selasa, 06 Juni 2023 | 15:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

BKF: Inflasi Pangan Masih Berisiko Naik Akibat El Nino

Selasa, 06 Juni 2023 | 14:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Erick: BUMN Sudah Setor Pajak Sampai Rp 278 Triliun pada 2022

Selasa, 06 Juni 2023 | 14:00 WIB KEBIJAKAN MONETER

BI Sebut Negara Berkembang Punya Ruang Turunkan Suku Bunga

Selasa, 06 Juni 2023 | 13:30 WIB PMK 58/2023

Kinerja PNBP di Kementerian dan Lembaga Bakal Dinilai Kemenkeu

Selasa, 06 Juni 2023 | 13:00 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Sri Mulyani: Dunia Mulai Bersiap Terapkan Global Minimum Tax

Selasa, 06 Juni 2023 | 12:00 WIB KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Soal Pengalihan Kantor Bea Cukai, DJBC Sebut Demi Perkuat Pengawasan

Selasa, 06 Juni 2023 | 11:45 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

Bahas Transfer Pricing, FEB UI Gelar Diskusi Kelompok dengan DDTC

Selasa, 06 Juni 2023 | 11:06 WIB KONSULTASI PAJAK

Bagaimana Ketentuan PPh Dividen yang Diterima WNI di Luar Negeri?