UU HPP

UU HPP: Kewenangan Perjanjian Perpajakan dengan Negara Mitra Diperluas

Muhamad Wildan
Minggu, 10 Oktober 2021 | 10.00 WIB
UU HPP: Kewenangan Perjanjian Perpajakan dengan Negara Mitra Diperluas

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) turut memuat ketentuan baru yang dapat mengakomodasi perjanjian atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan negara lain secara lebih luas.

Pemerintah melalui revisi Pasal 32A UU PPh di UU HPP kini berwenang untuk membentuk serta melaksanakan perjanjian ataupun kesepakatan di bidang perpajakan dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra, baik secara bilateral maupun multilateral.

"Yang dimaksud dengan 'perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan' adalah perjanjian dan/atau kesepakatan dalam bentuk dan nama tertentu di bidang perpajakan, yang mengacu pada hukum yang berlaku efektif sebelum, sejak, atau setelah undang-undang ini berlaku," bunyi pasal penjelas dari Pasal 32A UU PPh yang telah direvisi melalui UU HPP, Minggu (10/10/2021).

Pada ketentuan Pasal 32A UU PPh yang belum direvisi melalui UU HPP, pemerintah hanya memiliki kewenangan untuk melakukan perjanjian dengan negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda atau pencegahan pengelakan pajak.

Namun kini, pemerintah dapat melaksanakan perjanjian bilateral dan multilateral untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pencegahan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, dan kerja sama lainnya.

Pajak berganda adalah pengenaan pajak yang dilakukan 2 atau lebih negara atas penghasilan yang sama. Sementara itu, pengelakan pajak adalah upaya ilegal oleh wajib pajak untuk tidak membayar atau mengurangi pajak terutang pada suatu yurisdiksi.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba adalah strategi perencanaan pajak yang bertujuan memanfaatkan interaksi ketentuan pajak antaryurisdiksi untuk mengurangi pajak yang terutang.

Pertukaran informasi perpajakan dijelaskan sebagai pertukaran informasi yang berkaitan dengan perpajakan antarnegara sebagai perlaksanaan perjanjian internasional.

Terakhir, bantuan penagihan pajak pada penjelasan Pasal 32A dijelaskan sebagai fasilitas bantuan penagihan pada perjanjian yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dan negara mitra secara resiprokal untuk melakukan penagihan atas utang pajak. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.