Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. (foto: images3.persgroep.net)
THE HAGUE, DDTCNews – Pemerintah Belanda berencana untuk mereformasi aturan pajak korporasi. Reformasi tersebut dilakukan karena regulasi yang ada saat ini memiliki celah yang memungkinkan perusahaan raksasa multinasional mengurangi jumlah pajak terutangnya.
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan rencana tersebut sebagai bagian dari agendanya untuk tahun mendatang. Pengumuman dilakukan sebagai tanggapan atas kemarahan publik karena adanya beberapa perusahaan multinasional yang membayar pajak dalam jumlah rendah.
“Perusahaan harus membayar pajak yang adil,” tegas Rutte, Selasa (17/9/2019).
Belanda sering mendapat kritik dari dalam dan luar negeri karena dianggap menjadi surga bagi perusahaan raksasa multinasional. Untuk itu, langkah reformasi diambil untuk menindak adanya keringanan pajak bagi perusahaan multinasional.
Menteri Keuangan Belanda Wopke Hoekstra mengatakan pemerintah secara khusus menargetkan undang-undang yang saat ini memungkinkan perusahaan multinasional mengkompensasi kerugian yang mereka peroleh di negara lain terhadap pendapatan di Belanda.
Pasalnya, banyak perusahaan yang mengambil keuntungan dari kompensasi kerugian di luar negeri untuk mengurangi pajak perusahaan yang terutang di Belanda. Oleh karena itu, saat ini Belanda akan membatasi periode diperkenankannya perusahaan mengkompenasi kerugian menjadi 3 tahun.
Adapun rencana reformasi pajak tersebut merupakan bagian dari anggaran pemerintah Belanda 2020. Rencana itu telah disahkan oleh parlemen. Rencana kebijakan ini diproyeksi mampu menambah tambahan pendapatan senilai 265 juta euro (setara Rp4,1 triliun) per tahun.
Sebelumnya, seperti dilansir ibtimes.com, Rutte sempat tersinggung dengan kritik dari pejabat tinggi Uni Eropa Pierre Moscovici yang menyamakan Belanda dengan Irlandia, Luksemburg, Malta, dan Siprus sebagai ‘lubang hitam’ untuk pajak. Menanggapi kritik itu Rutte berjanji akan memperketat keringanan pajak bagi perusahaan asing. (MG-nor/kaw)