Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak (DJP) Yon Arsal. (foto: DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Topik tentang tax ratio menjadi menjadi bahan perbincangan dalam beberapa waktu terakhir. Otoritas pajak mempunyai penjelasan tersendiri terkait hal ini.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak (DJP) Yon Arsal mengatakan tax ratio merupakan data yang paling mudah untuk diperbandingkan antar negara. Namun, menurutnya, ukuran dan variabel penghitungan juga harus dilihat sebelum membuat komparasi.
“Kalau menggunakan dalam arti luas sebetulnya tax ratio kita tidak terlalu jauh dengan negara lain,” katanya dalam Seminar Nasional Perpajakan 2019 di Kantor Pusat DJP, Kamis (14/3/2019).
Lebih lanjut, Yon memaparkan angka yang tidak berbeda jauh itu didapatkan jika perbandingan menggunakan indikator yang sama. Kesamaan instrumen tersebut yakni memasukkan semua komponen penerimaan secara nasional.
Jika memasukkan semua komponen penerimaan mulai dari perpajakan, penerimaan dari sumber daya alam, dan pajak daerah maka angka tax ratio Indonesia berada pada rentang 13%-13,5%. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan negara lain di kawasan Asean.
Bila memperhitungkan semua aspek penerimaan, angka tax ratio 13% tersebut tidak jauh berbeda dengan Filipina yang tax ratio-nya sebesar 14%. Kemudian tax ratio Malaysia yang sebesar 15% dan masih satu level dengan tax ratio Singapura yang sebesar 13%.
Yon mengatakan perbandingan ini memberikan optimisme bagi otoritas untuk meningkatkan tax ratio di masa depan. Pasalnya, pengejaran tax ratio dengan dasar perhitungan saat ini yakni sebesar 11,5% diperkirakan akan memberikan pesimisme dalam bekerja.
“Kalau kejar dari 10%-11%, kita kejarnya susah. Namun, kalau dari 13,3% ke 14% milik Filipina atau 13% Singapura, kita sebetulnya tidak terlalu jauh, jadi memberikan semangat untuk meningkatkan tax ratio ke depannya,” papar Yon. (kaw)