KASUS kewajaran pembayaran royalti yang dibahas dalam tulisan ini adalah kasus grup usaha Medtronic. Medtronic merupakan grup usaha yang memproduksi dan memasarkan perangkat implan medis berupa alat pacu jantung, stimulator neurologis dan perangkat terapi medis lainnya. Dalam grup usaha Medtronic, Medtronic US, perusahaan induk yang berlokasi di Amerika Serikat, merupakan pemilik aset tidak berwujud seperti know-how, merek dagang, dan desain yang digunakan dalam proses manufaktur.
Medtronic US memberikan lisensi kepada Medtronic Puerto Rico Operations Co. (MPROC), perusahaan manufaktur yang berlokasi di Puerto Rico. Kemudian, MPROC menjual produk yang diproduksinya kepada Med USA, pihak afiliasi lainnya yang bertindak sebagai distributor. Gambaranmengenai transaksi afiliasi yang dijalankan oleh grup usaha Medtronic secara ringkas dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Transaksi Afiliasi Grup Usaha Medtronic
Fakta Kasus
The Internal Revenue Service (IRS), otoritas pajak Amerika Serikat, menemukan adanya indikasi bahwa MedtronicUS melakukan profit shifting ke MPROC dalam upaya untuk menghindari pajak di Amerika Serikat. Dengan menghitung tarif pembayaran royalti menggunakan metode transfer pricing, yaitu Transactional Net Margin Method(TNMM), IRS memberikan koreksi awal sebesar 84 juta dolar AS untuk pendapatan royalti Medtronic US di tahun pajak 2005 dan 2006.
Medtronic US mengajukan keberatan atas penghitungan tarif royalti yang ditetapkan oleh IRS. Medtronic US yakin bahwa dengan menggunakan metode Comparable Uncontrolled Transaction (CUT), tarif royalti yang dibayarkan oleh MPROC sudah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Setelah menyelesaikan proses pemeriksaan, IRS menetapkan kekurangan tarif pembayaran royalti sebesar USD 548.180.115 untuk tahun pajak 2005 dan USD 810.301.695 untuk tahun pajak 2006.
Medtronic US tidak setuju atas putusan dari IRS dan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak Amerika Serikat. Setelah hampir enam minggu persidangan, pengadilan pajak menolak penghitungan tarif royalti dari kedua belah pihak. Pengadilan pajak menyatakan bahwa metode yang paling tepat untuk menentukan harga wajar pembayaran royalti dalam perjanjian lisensi aset tidak berwujud adalah CUT. Lebih lanjut, dalam putusannya, pengadilan pajak memutuskan tarif pembayaran royalti yang wajar adalah 44% untuk perangkat implan medis dan 22% untukperangkat terapi medis lainnya.
IRS kemudian mengajukan banding kepada United States Court of Appeals for the Eight Circuit (Appeal Court) atas hasil putusan pengadilan pajak. IRS berpendapat bahwa metode CUT tidak tepat digunakan dalam menentukan tarif royalti grup usaha Medtronic. IRS meminta Appeal Court untuk mengevaluasi kembali metode yang paling tepat dan menentukan tarif royalti yang tepat untuk kasus Medtronic. Appeal Court pun melakukan peninjauan terkait kasus Medtronic dan akhirnya memutuskan untuk mengembalikan kasus tersebut kepada pengadilan pajak dikarenakan kurangnya temuan atau fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan kasus Medtronic.
Pembahasan
Dalam menghitung tarif royalti pada kasus Medtronic dan IRS, pengadilan pajak mengacu pada perjanjian cross-license Pacesetter. Perjanjian cross-license Pacesetter terjadi pada tahun 1992 dalam upaya penyelesaian beberapa tuntutan hukum terkait penggunaan paten dan lisensi antara perusahaan induk Pacesetter dan Medtronic US. Appeal Court menganggap bahwa pertimbangan-pertimbangan yang digunakan oleh pengadilan pajak dalam menggunakan perjanjian cross-license Pacesetter sebagai pembanding tidak cukup secara faktual, terutama dengan alasan bahwa:
Dalam memilih metode transfer pricing yang digunakan untuk menguji harga atau laba wajar, sebagaimana tercantum dalam Paragraf 2.2 OECD Guidelines, perlu dilakukan kajian untuk menentukan metode transfer pricing yang paling sesuai (The Most Appropriate Method). Penerapan metode transfer pricing yang paling sesuai wajib memperhatikan hal-hal seperti (i) kelebihan dan kekurangan setiap metode, (ii) kesesuaian metode transfer pricing dengan sifat dasar transaksi antarpihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang ditentukan berdasarkan analisis fungsional, (iii) ketersediaan informasi yang andal (sehubungan dengan transaksi antarpihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain, (iv) tingkat kesebandingan antara transaksi antarpihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan transaksi antarpihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, termasuk keandalan penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.
Untuk menentukan tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi afiliasi dan transaksi independen, diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap harga ataupun laba. Atribut-atribut tersebut mengacu kepada lima faktor kesebandingan, yaitu produk atau jasa yang ditransaksikan, analisis fungsional, syarat dan ketentuan dalam kontrak, strategi bisnis serta situasi ekonomi.
Dalam kasus Medtronic, pengadilan pajak menerapkan metode CUT dengan menggunakan perjanjian cross-license Pacesetter sebagai pembanding. Namun, pengadilan pajak hanya mempertimbangkan persamaan transaksi intangible antara perjanjian cross-license Pacesetter dan perjanjian lisensi grup usaha Medtonic tanpa melakukan analisis tingkat kesebandingan lebih dalam.
Penerapan metode CUT menitikberatkan pada masalah kesebandingan transaksi. Semakin lemah tingkat kesebandingan maka hasil analisis penerapan metode CUT akan semakin tidak tepat. Oleh karena itu, dalam memilih pembanding seharusnya pengadilan pajak mempertimbangkan faktor kesebandingan lainnya seperti syarat dan ketentuan serta jenis aset tidak berwujud yang disepakati dalam kontrak.