Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Kickoff Sosialisasi UU HKPD, Kamis (10/3/2022).
DEMAK, DDTCNews - UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) disusun untuk mensinergikan pajak pusat dan pajak daerah, khususnya pajak yang berbasis konsumsi.
Dengan adanya pajak barang dan jasa tertentu (PBJT), objek pajak berbasis konsumsi yang menjadi kewenangan daerah akan diperluas. Selain itu, PBJT juga bertujuan agar tidak tumpang tindih dengan pajak yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"Jadi ada sinergi pajak pusat dan daerah. Misalnya, untuk pungutan objek rekreasi, valet parking, itu semua menjadi jelas," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Kickoff Sosialisasi UU HKPD, Kamis (10/3/2022).
Dengan sinergi antara pajak pusat dan pajak daerah tersebut, Sri Mulyani berharap sistem administrasi perpajakan yang lebih sederhana dan jelas dapat tercipta, baik di pusat maupun daerah.
"Harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang pendapatan asli daerah dan pajak pusat ini menjadi sangat penting. Untuk itu, UU HKPD diharapkan memberikan landasan yang makin jelas kepada kabupaten/kota, provinsi, dan pemerintah pusat," ujarnya.
Untuk diketahui, PBJT merupakan jenis pajak yang menjadi kewenangan kabupaten/kota. PBJT mengintegrasikan 5 jenis pajak yang sudah ada sebelumnya, yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan.
Secara umum, tarif PBJT ditetapkan maksimal sebesar 10%. Meski demikian, atas objek jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dikenakan tarif PBJT sebesar 40% hingga 75%.
PBJT diharapkan dapat menghindari terjadinya duplikasi pemungutan pajak antara pusat dan daerah, menyederhanakan administrasi perpajakan dan menekan biaya pungut, memudahkan pemantauan pajak, dan mempermudah wajib pajak menunaikan kewajiban perpajakannya. (rig)