PEREKONOMIAN INDONESIA

Sri Mulyani Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2020 Hanya 4,7%—5,0%, Kenapa?

Dian Kurniati
Rabu, 26 Februari 2020 | 15.49 WIB
Sri Mulyani Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2020 Hanya 4,7%—5,0%, Kenapa?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (foto: Setkab)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 hanya akan berada di kisaran 4,7%—5,0%, melambat signifikan dibandingkan asumsi dalam APBN sebesar 5,3%. Proyeksi ini dipengaruhi adanya dampak dari wabah virus Corona.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perubahan proyeksi dipengaruhi oleh penurunan estimasi pertumbuhan ekonomi China dari 6% menjadi hanya 5%. Hal tersebut akan berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 0,3%.

“Inilah yang menyebabkan kami di pemerintah berkomunikasi dengan BI dan OJK, bagaimana cara kita men-stimulate kembali atau countercyclical dengan instrumen kebijakan di dalam masing-masing kewenangan kita," katanya di Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Sri Mulyani memperkirakan tekanan terberat karena virus Corona akan terjadi pada kuartal I/2020. Alasannya, virus Corona mulai menyebar sejak Januari dan diproyeksi akan bertahan hingga Maret 2020. Selain itu, pertumbuhan ekonomi China paling agresif terjadi pada kuartal I dengan kontribusi 30% dari total pertumbuhan tahunannya.

Namun, Sri Mulyani juga khawatir efek pelemahan ekonomi karena virus Corona akan berlanjut hingga kuartal II/2020. Menurutnya, para pengusaha manufaktur akan kehabisan stok bahan baku sekitar Maret dan bakal kesulitan mengimpor dari China jika virus Corona belum mereda.

Sri mulyani mengklaim pemerintah telah merespons risiko pelemahan ekonomi global itu dengan menerbitkan langkah stimulus. Misalnya, paket stimulus senilai total Rp10 triliun yang diluncurkan kemarin. Simak artikel ‘Pemerintah Hapus Pajak Hotel & Restoran Selama 6 Bulan’.

Upaya penguatan ekonomi juga dilakukan oleh BI dan OJK. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan BI telah menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75% dari sebelumnya 5%.

Otoritas moneter juga menyiapkan tiga intervensi, yakni merelaksasi aturan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), pasar spot rupiah, dan pembelian surat utang negara di pasar sekunder.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebut telah meminta industri keuangan memberikan kelonggaran kredit pada pengusaha manufaktur yang terdampak virus Corona. Hal ini juga untuk debitur yang kesulitan membayar angsuran karena usahanya sepi, seperti pada bidang hotel dan restoran. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.