KEBIJAKAN FISKAL

Soal Rencana Konsolidasi Fiskal, Ini Kata OECD

Muhamad Wildan
Kamis, 18 Maret 2021 | 17.47 WIB
Soal Rencana Konsolidasi Fiskal, Ini Kata OECD

Ekonom Senior OECD Andrea Goldstein. (tangkapan layar Zoom)

JAKARTA, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksi rasio utang pemerintah pada 2023 akan mencapai level 38% terhadap produk domestik bruto (PDB) bila defisit anggaran kembali ke level di bawah 3% pada tahun tersebut.

Bila pemerintah secara konsisten mengembalikan defisit anggaran ke level di bawah 3% terhadap PDB seperti sebelum pandemi, rasio utang akan terus mengalami penurunan pada tahun-tahun setelah 2023.

“Rasio utang memang naik, tapi OECD melihat utang akan tetap stabil berkat kebijakan fiskal yang sangat prudent selama beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19," ujar Ekonom Senior OECD Andrea Goldstein dalam konferensi pers OECD Economic Survey of Indonesia 2021, Kamis (18/3/2021).

Meski demikian, OECD mencatat terdapat beberapa faktor yang berisiko mengerek rasio utang Indonesia setelah 2023. Bila defisit keseimbangan primer anggaran atau bunga utang mengalami peningkatan, bukan tidak mungkin rasio utang pemerintah setelah 2023 akan terus naik.

Secara umum, OECD mendukung kebijakan pemerintah Indonesia yang berencana untuk melakukan konsolidasi fiskal melalui penurunan defisit anggaran secara bertahap hingga 2023.

Meski demikian, Goldstein menekankan rencana konsolidasi fiskal secara jangka menengah tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Stimulus yang telah diberikan pemerintah pada tahun lalu dan tahun ini seyogyanya tidak dicabut secara mendadak.

Untuk terus mendukung pertumbuhan dan pemulihan ekonomi, stimulus tetap perlu diberikan kepada rumah tangga dan dunia usaha guna mendukung penyerapan tenaga kerja dan keberlangsungan hidup masyarakat.

Dari sisi pembiayaan utang, kebijakan burden sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu dihapuskan secara bertahap seperti yang telah direncanakan sebelumnya.

Pada aspek moneter, OECD juga meminta Indonesia untuk menjaga independensi BI selaku otoritas moneter. Dalam laporan OECD Economic Survey of Indonesia 2021, OECD secara khusus menyorot wacana RUU BI yang memungkinkan pemerintah terlibat dalam kebijakan moneter melalui Dewan Moneter.

"RUU tersebut akhirnya dihapuskan dalam Prolegnas 2021. Berkaca pada pengalaman negara lain, komunikasi mengenai isu independensi otoritas moneter perlu dikelola dengan baik," tulis OECD dalam laporannya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.