PERPRES 98/2021

Soal Pungutan Atas Karbon, Ada Instrumen Lain Selain Pajak

Muhamad Wildan | Jumat, 19 November 2021 | 13:00 WIB
Soal Pungutan Atas Karbon, Ada Instrumen Lain Selain Pajak

Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (10/9/2021). ANTARA FOTO/Jojon/wsj.

JAKARTA, DDTCNews - Instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengenakan pungutan atas karbon tidak hanya terbatas pada pajak karbon melalui Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Merujuk pada Pasal 58 ayat (1) Perpres 98/2021, pungutan atas karbon dapat dilakukan dalam bentuk pungutan di bidang perpajakan baik oleh pusat maupun daerah, pungutan kepabeanan dan cukai, hingga pungutan negara lainnya.

Pungutan dilakukan berdasarkan kandungan karbon, potensi emisi karbon, jumlah emisi karbon, atau kinerja aksi mitigasi perubahan iklim.

Baca Juga:
Soal Natura, DJP: Saat Ini, Silakan Pakai Format Daftar Biaya Promosi

"Pungutan atas karbon ... dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 58 ayat (2) Perpres 98/2021, dikutip Jumat (19/11/2021).

Dalam pelaksanaannya nanti, menteri keuangan mendapatkan tugas dari presiden untuk memformulasikan kebijakan dan strategi pelaksanaan pungutan atas karbon setelah berkoordinasi dengan menteri lingkungan hidup dan kehutanan serta menteri-menteri lainnya.

Kebijakan pungutan atas karbon disusun berdasarkan tujuan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) dan pengendalian emisi untuk pembangunan nasional.

Baca Juga:
Tarif Pajak Lebih Rendah & Hitungan Sederhana, DJP Ingin Ini bagi UMKM

Untuk diketahui, pajak karbon yang diatur apda UU HPP akan mulai berlaku pada April 2022 dan sebagai tahap awal akan dikenakan terlebih dahulu atas PLTU batu bara.

Tarif pajak karbon ditetapkan sebesar Rp30 per kilogram CO2e. Pajak karbon menjadi bagian dari upaya Indonesia menurunkan emisi karbon.

Sesuai dengan target NDC, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 22 April 2024 | 15:16 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Soal Natura, DJP: Saat Ini, Silakan Pakai Format Daftar Biaya Promosi

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

BERITA PILIHAN
Selasa, 23 April 2024 | 13:00 WIB INFOGRAFIS BEA CUKAI

Kriteria Penghapusbukuan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Selasa, 23 April 2024 | 12:30 WIB PROVINSI SULAWESI TENGAH

PKB Progresif Tak Lagi Berlaku, Simak Tarif Pajak Terbaru di Sulteng

Selasa, 23 April 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Penghasilan Kontraktor Migas dari Pengalihan PI Kena PPh Final

Selasa, 23 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN SERANG

Pacu Setoran Pajak MBLB, DPRD Minta Penagihan Dilakukan Sejak Awal

Selasa, 23 April 2024 | 11:20 WIB RENCANA AKSI 2024 DJP

Pemeriksaan Pajak, DJP Lakukan Diseminasi Implementasi CRM WP Grup

Selasa, 23 April 2024 | 11:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

SE Pelaporan Natura Belum Terbit, DJP: Bisa Pakai Dafnom Biaya Promosi

Selasa, 23 April 2024 | 10:41 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Airlangga Pastikan Program Prabowo Masuk di Kerangka Kebijakan 2025

Selasa, 23 April 2024 | 09:45 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

BKF Waspadai Dampak Kondisi Geopolitik terhadap Neraca Perdagangan RI