PAJAK TANAH

Soal Pajak Tanah, Ini Tanggapan Pengamat Properti

Redaksi DDTCNews | Jumat, 10 Februari 2017 | 11:24 WIB
Soal Pajak Tanah, Ini Tanggapan Pengamat Properti

JAKARTA, DDTCNews – Pengamat properti menilai kebijakan pemerintah dalam mengenakan pajak progresif atas tanah idle justru dapat berpengaruh terhadap harga tanah, sehingga pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam menerapkan pajak itu.

Pengamat Properti Ronny Wuisan mengatakan pada 2010 sektor properti cukup booming dan kemudia mulai menurun pada 2015. Bahkan pada 2016, sektor properti justru anjlok. Pasalnya, Jakarta termasuk termasuk top five harga tanah tertinggi, khususnya Jakarta Barat.

“Kalau pemerintah menerapkan kebijakan tanah ini yang diarahkan pada developer baru, justru salah, karena developer baru tidak memiliki land bank yang banyak. Itu seharusnya disasar kepada developer lama yang memiliki banyak land bank,” ucapnya di Jakarta, Rabu (8/2).

Baca Juga:
Apa Jenis Pajak Tertua yang Pernah Dipungut di Indonesia?

Ia mencontohkan seseorang yang memiliki tanah 30 hektar di suatu daerah, tapi dibangun apapun masih belum bisa karena masih belum ada pasarnya. Namun, pemilik tanah dikenakan pajak progresif untuk 5 tahun ke depan.

Sehingga pemilik tanah diwajibkan untuk membayar pajak secara terus menerus. Menurutnya pada saat pemilik tanah menjual tanah tersebut, baik sudah dibangun maupun belum dibangun, maka harganya akan terlampau tinggi.

“Iya (pajak akan membuat harga properti mahal). Bayangkan jika pajak tanah progresif ini muncul setiap tahunnya, maka harganya akan semakin tinggi pula. Mereka yang tanahnya ratusan hektar bila terkena pajak ini ya pusing kepala,” pungkasnya.

Baca Juga:
Saatnya Mengenakan Pajak Progresif atas Tanah?

Kendati demikian Ronny memiliki 3 opsi untuk menangani hal ini. Pertama, bayar pajak secara terus menerus. Kedua, menentukan harga lalu menjual tanah tersebut. Ketiga, merencanakan pembangunan di atas tanah, mulai dari modal serta perencanaan pasarnya.

Di sisi lain Ronny mengakui pengenaan pajak progresif untuk kawasan industri akan lebih sulit dibandingkan non-industri. Mengingat, ada beberapa tahap yang harus dilakukan oleh pemilik industri tersebut kepada stakeholder-nya.

Nah, kalau soal kawasan industri itu lebih susah karena memang tidak bisa dalam waktu singkat, pemerintah harus buka jalan dulu, kemudian industrinya juga harus mempersiapkan dengan para stakeholder-nya dulu,” katanya. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 28 Februari 2024 | 16:09 WIB SEJARAH PAJAK

Apa Jenis Pajak Tertua yang Pernah Dipungut di Indonesia?

Rabu, 28 September 2022 | 14:36 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2022

Saatnya Mengenakan Pajak Progresif atas Tanah?

Kamis, 19 September 2019 | 13:52 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal Pajak Progresif Tanah, Ini Respons Sri Mulyani

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara