BERITA PAJAK HARI INI

Soal Pajak Ekonomi Digital, Ini Langkah Pemerintah Sambil Tunggu OECD

Redaksi DDTCNews | Jumat, 06 September 2019 | 06:24 WIB
Soal Pajak Ekonomi Digital, Ini Langkah Pemerintah Sambil Tunggu OECD

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Rencana pemerintah untuk bisa mengambil penerimaan pajak atas aktivitas ekonomi digital menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (6/9/2019). Rencana ini akan masuk dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan.

Ada dua aspek yang diatur. Pertama, pemungutan dan penyetoran PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa. Kedua, pengenaan pajak atas penghasilan terkait transaksi elektronik di Indonesia oleh SPLN yang tidak memiliki physical presence di Tanah Air.

Untuk aspek pertama, sesuai ketentuan yang berlaku saat ini, pemungutan dan penyetoran dilakukan konsumen (pihak yang mengimpor) di dalam negeri dengan surat setoran pajak. Dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan, pemerintah akan menunjuk SPLN.

Baca Juga:
OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

SPLN (pedagang, penyedia jasa, dan platform luar negeri) akan ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. Selain itu, SPLN dapat menunjuk perwakilan di Indonesia untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas nama SPLN.

Untuk aspek kedua, hingga saat ini belum ada ketentuan yang berlaku. Nantinya, dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan, pemerintah akan menetapkan definisi bentuk usaha tetap (BUT) tidak hanya berdasarkan physical presence tapi juga significant economic presence.

"Kita tetap menunggu [konsensus global terkait pemajakan ekonomi digital yang dikoordinasikan oleh OECD] tapi kan kita harus siap-siap]," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara.

Baca Juga:
WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti rekomendasi Bank Dunia kepada Indonesia dalam mengantisipasi efek resesi yang sudah terjadi di beberapa negara. Rekomendasi tersebut tertuang dalam laporan terbarunya bertajuk ‘Global Economic Risks and Implications for Indonesia’.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Tidak Ada Perlakuan Khusus

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan dalam konsep wajib pungut, perusahaan digital akan bertugas layaknya bendahara pemerintah, bukan pengusaha kena pajak (PKP). Konsep seperti ini, sambungnya, sudah dilakukan Australia.

Baca Juga:
Ingin Jadi Anggota OECD, Jokowi Bentuk Timnas

Dia memastikan tidak akan ada perlakuan khusus dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan multinasional tersebut. Sanksi juga tetap diberlakukan jika ada pelanggaran.

"Kalau terlambat setor ada mekanismenya dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jadi betul-betul sama memungut pajak pada umumnya," kata Suryo.

  • Sanksi Administrasi Bea Meterai

Pemerintah bakal mengubah pengenaan sanksi administrasi atas bea meterai. Besaran sanksi administrasi yang akan masuk dalam rancangan revisi UU Bea Meterai nantinya akan mengacu pada UU KUP.

Baca Juga:
DJP Bakal Tunjuk Wajib Pajak, Uji Coba Kesiapan Coretax System

Sanksi sebesar 100% dari bea meterai yang terutang jika terjadi kurang bayar. Besaran sanksi itu lebih rendah dari yang berlaku saat ini sebesar 200% dari bea meterai yang terutang.

“Ini semacam simplifikasi karena sebelumnya sanksi administrasi 200% tercantum dalam UU, sekarang menginduk ke KUP,” katanya.

  • Rekomendasi Bank Dunia

Dalam laporan ‘Global Economic Risks and Implications for Indonesia’, Bank Dunia merekomendasikan empat hal kepada Indonesia. Pertama, integrasi diri dengan global supply chain. Oleh karena itu, hambatan-hambatan nontarif yang berbelit dan menghabiskan waktu perlu dipangkas.

Kedua, pelonggaran daftar negatif investasi (DNI) sehingga investor asing bisa lebih fleksibel dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Ketiga, pelonggaran pembatasan tenaga kerja asing agar industri bisa memperoleh SDM yang diperlukan.Keempat, perbaikan tumpang tindih dan kontradiksi peraturan antara pusat dan daerah agar investor mendapatkan kepastian. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 13:00 WIB KEANGGOTAAN OECD

OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Kamis, 25 April 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 09:30 WIB KEANGGOTAAN OECD

Ingin Jadi Anggota OECD, Jokowi Bentuk Timnas

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP Bakal Tunjuk Wajib Pajak, Uji Coba Kesiapan Coretax System

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 15:00 WIB KOTA TANGERANG SELATAN

BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan

Kamis, 25 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Bagikan Tip Terhindar Sanksi Saat Belanja Online dari Luar Negeri

Kamis, 25 April 2024 | 14:17 WIB KABUPATEN JOMBANG

Objek PBB-P2 Didata Ulang, Pemkab Hitung Pajak Terutang yang Akurat

Kamis, 25 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II

Kanwil DJP Jakarta Selatan II Resmikan Tax Center STIH IBLAM