AFRIKA

Soal Ekonomi Digital, PBB Desak Afrika Tinjau Ulang Kebijakan Pajak

Redaksi DDTCNews
Jumat, 04 Oktober 2019 | 10.54 WIB
Soal Ekonomi Digital, PBB Desak Afrika Tinjau Ulang Kebijakan Pajak

Ilustrasi.

NAIROBI, DDTCNews – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak seluruh negara di Afrika untuk mereformasi undang-undang yang terkait dengan kebijakan fiskal. Reformasi diperlukan untuk meningkatkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital.

Pejabat Urusan Ekonomi Komisi PP untuk Afrika Uzumma Marilyn Erume mengatakan sektor digital di Afrika tumbuh sekitar 40% setiap tahun. Fakta tersebut seharusnya diikuti dengan besarnya potensi penerimaan pajak yang bisa diambil pemerintah.

“Negara-negara di Afrika perlu meninjau kembali kebijakan pajak mereka untuk memastikan bahwa pemerintah telah mengambil bagian yang sesuai dari perekonomian digital,” katanya di sela-sela Konfensi ke-7 pan-Afrika terkait aliran keuangan gelap dan perpajakan, Kamis (3/10/2019).

Erume mengungkapkan Afrika merupakan salah satu wilayah di dunia dengan tingkat penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (tax ratio) terendah. Dia meminta agar pemangku kepentingan mengeksplorasi beberapa area yang masih bisa dioptimalisasi, termasuk sektor digital ekonomi.

Negara-negara maju, sambungnya, juga tengah bersusah payah menyusun regulasi terkait pemajakan ekonomi digital. Mereka mengaku kesulitan memajaki di beberapa platform, terutama pada media sosial. Tantangan muncul karena perusahaan tidak memiliki kehadiran fisik.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis tepat sebelum konferensi dimulai, lembaga think tank Tax Justice Network Africa (TJNA) mengatakan kemajuan teknologi yang berdampak pada ekonomi digital telah membuat negara-negara di Afrika kehilangan sumber dayanya secara signifikan.

“Digitalisasi terus memainkan pengaruh yang lebih besar pada perekonomian di Afrika. Ini membuat negara – negara di Afrika berisiko kehilangan pendapatan secara signifikan,” ujar Direktur Eksekutif TJNA Alvin Mosioma, seperti dilansir allafrica.com.

Risiko kehilangan tersebut tidak hanya sebagai akibat dari pehindaran pajak yang agresif oleh platform digital, tapi juga lewat pembatasan hak perpajakan. Pembatasan hak perpajakan itu, sambung Alvin, muncul karena konsensus global yang muncul mendukung negara kaya. (MG-avo/kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.