KEBIJAKAN PAJAK

Sistem Pajak Progresif Makin Tak Relevan, Begini Penjelasan DPD RI

Redaksi DDTCNews | Rabu, 22 September 2021 | 18:00 WIB
Sistem Pajak Progresif Makin Tak Relevan, Begini Penjelasan DPD RI

Petani menyemprot tanaman kentang di sekitar instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi kawasan dataran tinggi Dieng, desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jateng, Sabtu (14/8/2021). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin menilai pemerintah perlu mengubah kebijakan pajak, merespons krisis akibat pandemi Covid-19.

Sultan menyatakan pajak sebagai penopang utama APBN perlu mendapatkan perhatian khusus. Menurutnya, krisis yang disebabkan pandemi ikut menggerus sistem pajak progresif yang berlaku di Indonesia.

"Krisis global telah memaksa kita untuk mencoba mengubah paradigma skema pajak progresif yang semakin tidak relevan seperti yang kita praktikkan sekarang," katanya di laman resmi DPD RI dikutip pada Rabu (22/9/2021).

Baca Juga:
Gaji Anggota Firma atau CV Tak Bisa Dibiayakan, Harus Dikoreksi Fiskal

Senator dari Bengkulu itu menyebutkan orientasi kebijakan perpajakan saat ini dan ke depan perlu beralih fokus kepada agenda mitigasi perubahan iklim. Selain itu, perlindungan kepada pelaku usaha mikro juga tidak boleh luput dalam ruang lingkup kebijakan perpajakan nasional.

Skema pemungutan yang berorientasi pada agenda mitigasi perubahan iklim juga menjadi solusi alternatif optimalisasi penerimaan. Menurutnya, pemerintah perlu mengejar setoran pada sektor ekonomi yang ikut menyumbang percepatan perubahan iklim.

Dengan demikian terjadi pergeseran sumber penerimaan pajak dari berdasarkan jenis pajak menjadi subjek pajak yang memiliki eksternalitas negatif pada lingkungan hidup. Sektor usaha ekstraktif merupakan salah satu contoh optimalisasi penerimaan yang mendukung agenda mitigasi perubahan iklim.

Baca Juga:
Tarif Pajak Lebih Rendah & Hitungan Sederhana, DJP Ingin Ini bagi UMKM

"Pajak korporasi tambang dan sejenisnya harus ditetapkan secara lebih ketat daripada pajak usaha pertanian dan peternakan yang dilakukan dengan sistem yang ramah lingkungan," terangnya.

Perubahan tersebut juga berlaku pada mekanisme pemberian insentif pajak. Pelaku usaha yang berkomitmen pada penurunan emisi pada kegiatan produksi perlu mendapatkan porsi yang lebih besar sebagai penerima manfaat insentif pajak.

"Agenda keringanan pajak harus diidentikkan dengan pendekatan negara dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu insentif yang ditawarkan berlaku bagi penumpang transportasi umum dan industri yang menggunakan bahan baru terbarukan," imbuhnya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

22 September 2021 | 20:00 WIB

Sebaiknya pelajari lagi tuh DPD tentang Pnyelenggaraan pemerintahan yang baik hubungannya dgn keuangan Negara.. Scr filosofis..tentu beban daya pikul orang kaya/perusahaan kaya di suatu negara manapun punya tanggung jawab thdp kesejahteraan Rakyat scr adil.

22 September 2021 | 19:59 WIB

Sebaiknya pelajari lagi tuh DPD tentang Pnyelenggaraan pemerintahan yang baik hubungannya dgn keuangan Negara.. Scr filosofis..tentu beban daya pikul orang kaya/perusahaan kaya di suatu negara manapun punya tanggung jawab thdp kesejahteraan Rakyat scr adil.

22 September 2021 | 19:34 WIB

Katakan klo pajak difinalkan semua maka yang terjadi adanya gap orang kaya dan si miskin menjadi lebar.. Si Kaya tambah melejit dan si miskin nambah berat dlm daya pikul beban pajak..secra relatif. Skg bisa dilihat ada kencenderungan mlkk penyederhanaan tarif... dan itu akan berdampak kurang sehat. krn daya beli masyarakat menengah bawah akan mlorot..dan juga akan kembali ke aktivitas ekonomi yang kurang sehat.. yi berdampak kembali ke RT perusahaan juga thdp marginalnya upah yang tidak dapt menutup biaya hidup yang wajar... sehat.

22 September 2021 | 19:27 WIB

Harus sekolah lagi tuh DPD tentang Pnyelenggaraan pemerintahan yang baik hubungannya dgn keuangan Negara.. Scr filosofis..tentu beban daya pikul orang kaya/perusahaan kaya di suatu negara manapun punya tanggung jawab thdp kesejahteraan Rakyat scr adil.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 17:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Daftar IMEI di Bandara Bisa 24 Jam? Begini Kata Bea Cukai

Sabtu, 20 April 2024 | 16:45 WIB KEPATUHAN PAJAK

Periode SPT Badan Sisa Sepekan, Perusahaan Belum Operasi Tetap Lapor?

Sabtu, 20 April 2024 | 16:30 WIB KEANGGOTAAN FATF

Di FATF, Sri Mulyani Tegaskan Komitmen RI Perangi Kejahatan Keuangan

Sabtu, 20 April 2024 | 16:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ada Ketidakpastian, Sri Mulyani Yakin Ekonomi RI Sekuat Saat Pandemi

Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya