RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pemungutan PPN atas Jasa Penunjang Penerbangan Internasional

Hamida Amri Safarina | Jumat, 16 April 2021 | 13:15 WIB
Sengketa Pemungutan PPN atas Jasa Penunjang Penerbangan Internasional

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa terkait dengan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa penunjang penerbangan internasional. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa penunjang penerbangan internasional.

Adapun jasa yang diberikan wajib pajak meliputi jasa representation and accomodation, load control communications, flight operations, unit load device control, passenger and baggage services, ramp services, cargo, warehousing and mail services, aircraft services, fuel and oil, dan aircraft maintenance.

Dalam perkara ini, otoritas pajak menyatakan penyerahan jasa penunjang penerbangan internasional yang dilakukan wajib pajak seharusnya dikenakan PPN. Sebab, penyerahan jasa penunjang penerbangan tersebut dilakukan di dalam daerah pabean.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Sebaliknya, wajib pajak berdalil penyerahan jasa penunjang penerbangan internasional tidak dipungut PPN. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 144 tahun 2000 yang menyatakan jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan PPN.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat penyerahan jasa penunjang penerbangan internasional tidak terutang PPN. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak atas penyerahan jasa penunjang penerbangan internasional tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 41609/PP/M.X/ 16/2012 tertanggal 26 November 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 1 Maret 2013.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi DPP PPN atas jasa penunjang penerbangan internasional untuk penerbangan internasional senilai Rp188.726.743.330 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena Termohon PK tidak melakukan pemungutan PPN atas penyerahan jasa penunjang penerbangan internasional.

Perlu dipahami tersebih dahulu, Termohon PK merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa penunjang penerbangan internasional. Adapun jasa yang diberikan Termohon PK meliputi jasa representation and accomodation, load control communications, flight operations, unit load device control, passenger and baggage services, ramp services, cargo, warehousing and mail services, aircraft services, fuel and oil, dan aircraft maintenance.

Menurut Pemohon PK, berdasarkan Pasal 4A ayat (3) UU PPN, jasa penunjang penerbangan tidak termasuk sebagai jasa yang dikecualikan dari pemungutan PPN. Khusus untuk jasa penunjang penerbangan internasional tidak dikenakan PPN apabila penyerahan jasanya dilakukan di luar daerah pabean. Dalam konteks perkara ini, Termohon PK melakukan penyerahan jasa penunjang penerbangan internasional masih di dalam daerah pabean.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Film, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Lebih lanjut, Pemohon PK mengungkapkan pengenaan PPN atas jasa penunjang penerbangan internasional telah sesuai dengan prinsip destinasi yang dianut Indonesia. Sesuai prinsip destinasi, penyerahan jasa yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak (PKP) seharusnya terutang PPN. Dengan demikian, telah terbukti bahwa putusan Pengadilan Pajak tidak berdasar sehingga harus dibatalkan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK mengakui jika jasa angkutan udara luar negeri dan/atau jasa penunjang penerbangan internasional memang tidak pernah disebutkan secara eksplisit sebagai jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN.

Namun demikian, dalam penjelasan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 dicantumkan jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan PPN karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar daerah pabean.

Baca Juga:
Belanja Militer Ditambah, Israel Bakal Naikkan Tarif Pajak

Merujuk pada ketentuan tersebut, Termohon PK berkesimpulan jasa penunjang penerbangan internasional yang dilakukannya tidak dipungut PPN. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi terhadap DPP PPN atas jasa penunjang penerbangan internasional senilai Rp188.726.743.330 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Kedua, dalam perkara ini, Mahkamah Agung menyatakan jasa penunjang penerbangan internasional yang dilakukan Termohon PK tidak dikenakan PPN. Dengan kata lain, putusan Pengadilan Pajak sudah tepat. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 09:03 WIB KURS PAJAK 24 APRIL 2024 - 30 APRIL 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Senin, 22 April 2024 | 18:21 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Senin, 22 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Langganan Platform Streaming Film, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 09:30 WIB KEANGGOTAAN OECD

Ingin Jadi Anggota OECD, Jokowi Bentuk Timnas

Rabu, 24 April 2024 | 09:03 WIB KURS PAJAK 24 APRIL 2024 - 30 APRIL 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Rabu, 24 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Sedang Uji Coba, Ini Manfaat Modul Vehicle Declaration dalam CEISA 4.0

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP Bakal Tunjuk Wajib Pajak, Uji Coba Kesiapan Coretax System

Selasa, 23 April 2024 | 17:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Kode Billing atas Pemotongan PPh Final UMKM

Selasa, 23 April 2024 | 17:15 WIB REFORMASI PAJAK

Jelang Implementasi Coretax, DJP Bakal Uji Coba dengan Beberapa WP

Selasa, 23 April 2024 | 17:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Tak Ada Lagi Pemutihan Denda, WP Diminta Patuh Bayar Pajak Kendaraan

Selasa, 23 April 2024 | 16:55 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Penyelesaian BKC yang Dirampas, Dikuasai, dan Jadi Milik Negara