RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Omzet dan Biaya Refreshment Pengurang Penghasilan Bruto

Hamida Amri Safarina | Jumat, 29 Januari 2021 | 17:25 WIB
Sengketa Omzet dan Biaya Refreshment Pengurang Penghasilan Bruto

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang peredaran usaha dan biaya refreshment atas pembelian makanan dan minuman untuk pegawai yang dianggap wajib pajak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Otoritas pajak menilai berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat penghasilan bunga bank, biaya reimbursement, repayment loan, penghasilan atas kegiatan ekstrakulikuler robotik, dan lain-lain yang tidak dicatat sebagai peredaran usaha. Oleh karena itu, PPh badan yang telah dilaporkan wajib pajak menjadi kurang bayar.

Kemudian, dalam kasus ini, wajib pajak tidak dapat membuktikan biaya refreshment berupa pembelian makanan dan minuman untuk pegawai berhubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Baca Juga:
Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat penghasilan bunga bank, biaya reimbursement, repayment loan, penghasilan atas kegiatan ekstrakulikuler robotik, dan lain-lain yang didalilkan otoritas pajak bukan merupakan peredaran usaha. Peredaran usaha wajib pajak sudah dilaporkan dengan lengkap dan didukung dengan bukti yang valid.

Selain itu, biaya refreshment yang dikeluarkan untuk menyediakan makanan dan minuman untuk pegawai seharusnya dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Sebab, biaya tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Baca Juga:
Penerimaan Pajak Secara Neto Kontraksi 8,86 Persen di Kuartal I/2024

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat terdapat dua pokok sengketa dalam perkara ini.

Pertama, koreksi peredaran usaha. Dalam hal ini, otoritas pajak melakukan koreksi atas penghasilan bunga bank, biaya reimbursement, repayment loan, penghasilan atas kegiatan ekstrakulikuler robotik, dan lain-lain.

Baca Juga:
Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Selanjutnya, koreksi atas penghasilan bunga bank tetap dipertahankan karena wajib pajak tidak dapat membuktikan transaksi tersebut tidak termasuk peredaran usaha. Sementara itu, koreksi biaya reimbursement, repayment loan, penghasilan atas kegiatan ekstrakulikuler robotik tidak dapat dipertahankan.

Kedua, koreksi biaya usaha. Dalam hal ini, koreksi biaya refreshment berupa pembelian makanan dan minuman untuk karyawan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan tetap dipertahankan. Sebab, wajib pajak tidak dapat membuktikan transaksi tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 54545/PP/M.XVIIIB/-15/2014 tertanggal 21 Agustus 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 1 Desember 2014.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi peredaran usaha senilai Rp1.206.155.965 dan koreksi biaya usaha senilai Rp1.020.647.423 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini terdapat dua pokok sengketa. Pertama, koreksi atas peredaran usaha. Berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat penghasilan bunga bank, biaya reimbursement, repayment loan, penghasilan atas kegiatan ekstrakulikuler robotik, dan lain-lain yang tidak dicatat sebagai peredaran usaha. Konsekuensinya, PPh badan yang dilaporkan Termohon PK menjadi kurang bayar.

Selain itu, Termohon PK juga dinilai tidak konsisten dalam mendalilkan alasan keberatan atau bandingnya. Pada saat pemeriksaan, Termohon PK mendalilkan selisih koreksi peredaran usaha terjadi karena terdapat perbedaan kurs. Selanjutnya, saat keberatan, dalil tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan Termohon memberikan alasan lain tanpa dilengkapi bukti yang valid.

Baca Juga:
Begini Imbauan Ditjen Pajak soal Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan

Kedua, koreksi atas biaya usaha. Pemohon PK menyetujui bahwa biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Akan tetapi, dalam kasus ini Termohon PK tidak dapat membuktikan bahwa biaya refreshment berupa pembelian makanan dan minuman untuk pegawai dilakukan dalam rangka mendukung kegiatan usaha.

Bukti-bukti yang diajukan Termohon PK terkait biaya refreshment tersebut hanya berupa fotokopi dan bukan dokumen yang asli. Dengan demikian, biaya refreshment untuk pembelian makanan dan minuman tersebut tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto.

Selain itu, Pemohon PK menilai bahwa biaya penyusutan kendaraan dan bangunan Termohon seharusnya lebih besar daripada yang sudah dilaporkan Termohon. Biaya usaha atas penyusutan mobil dan bangunan milik Termohon PK tidak dihitung berdasarkan nilai yang sebenarnya.

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK. Untuk koreksi peredaran usaha, Termohon berpendapat bahwa penghasilan bunga bank, biaya reimbursement, repayment loan, penghasilan atas kegiatan ekstrakulikuler robotik, dan lain-lain yang didalilkan Pemohon PK bukan merupakan peredaran usaha. Peredaran usaha Termohon PK sudah dilaporkan dengan tepat dan didukung bukti yang valid.

Sementara itu, biaya refreshment berupa pembelian makanan dan minuman untuk pegawai seharusnya dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Sebab, biaya tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Dalam uji bukti, Termohon PK sudah menyampaikan dokumen pendukung berupa payment voucher, invoice, kuitansi, bukti setor, dan lain-lain untuk membuktikan pernyataannya. Pendapat Termohon PK tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh), biaya yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Baca Juga:
Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Selain itu, untuk koreksi atas biaya penyusutan kendaraan dan bangunan juga tidak dapat dibenarkan. Penentuan biaya penyusutan sudah dilakukan berdasarkan nilai kendaraan dan bangunan yang sebenarnya.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi peredaran usaha senilai Rp1.206.155.965 dan koreksi biaya usaha senilai Rp1.020.647.423 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Kedua, Mahkamah Agung menyatakan pemeriksaan dan putusan yang keluarkan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Putusan Mahkamah Agung ini menguatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 13:39 WIB PENERIMAAN PAJAK

Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 11:09 WIB PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Secara Neto Kontraksi 8,86 Persen di Kuartal I/2024

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Senin, 22 April 2024 | 18:21 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara