RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Ketidakwajaran Transaksi Pembayaran Royalti

Vallencia | Selasa, 29 Maret 2022 | 18:05 WIB
Sengketa Ketidakwajaran Transaksi Pembayaran Royalti

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa ketidakwajaran transaksi atas pembayaran royalti yang dilakukan wajib pajak dan pihak dengan hubungan istimewa.

Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak menggunakan teknologi yang dikembangkan dan dimiliki oleh pihak afiliasi, yaitu PT X. Sehubungan dengan hal tersebut, wajib pajak membayarkan sejumlah royalti atas know how yang dimiliki oleh PT X.

Otoritas pajak melakukan koreksi karena terdapat ketidakwajaran transaksi pembayaran royalti antara wajib pajak dengan PT X. Ketidakwajaran dibuktikan dengan adanya perbedaan nilai gross mark-up laporan keuangan atas transaksi yang dilakukan pihak independen dengan PT X.

Baca Juga:
Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan dalil otoritas pajak. Wajib pajak menyatakan telah membuat transfer pricing documentation (TP Doc) untuk membuktikan kewajaran transaksinya. Selain itu, wajib pajak menegaskan penentuan nilai gross mark-up dan laporan keuangan tersegmentasi yang dibuatnya sudah benar.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau perpajakan.id.

Baca Juga:
Terkait Transfer Pricing, Pemeriksaan Kantor Bisa Diubah ke Lapangan

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat biaya royalti yang dibayarkan oleh wajib pajak melekat pada hasil produksi.

Oleh sebab itu, penetapan harga pokok penjualan dalam transaksi wajib pajak dengan PT X ataupun pihak independen yang memasukkan unsur biaya royalti sudah tepat dan wajar.

Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai pendapat otoritas pajak yang menyatakan biaya royalti hanya dialokasikan pada transaksi dengan pihak afiliasi tidak dapat dibenarkan. Sebab, argumen tersebut subjektif dan tidak didasarkan pada proses bisnis yang secara nyata dilakukan wajib pajak.

Baca Juga:
OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 66673/PP/M.IA/15/2015 tanggal 7 Desember 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Sekretariat Pengadilan Pajak pada 22 Maret 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif peredaran usaha senilai US$230.001 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena menemukan fakta terdapat ketidakwajaran dan ketidaklaziman transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan PT X.

Baca Juga:
Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Perlu dipahami terlebih dahulu, dalam perkara ini, Termohon PK merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur dengan produk utamanya ialah cooper wire dan cooper wire rod.

Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK menggunakan teknologi yang dikembangkan dan dimiliki oleh pihak yang memiliki hubungan istimewa, yaitu PT X. Terhadap know how yang dimiliki PT X tersebut, Termohon PK wajib membayarkan sejumlah royalti kepada PT X sesuai technical assistance agreement.

Ketidakwajaran yang dimaksud terjadi karena adanya perbedaan nilai gross mark-up atas transaksi pembayaran royalti antara PT X dengan pihak independen yang tidak memiliki hubungan istimewa. Adapun nilai gross mark-up atas transaksi Termohon PK dengan PT X ialah sebesar 0,88%. Sementara atas transaksi Termohon PK dengan pihak independen diperoleh angka gross mark-up sebesar 0,97%.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Selain itu, Pemohon PK menemukan fakta segmentasi laporan keuangan yang dibuat oleh Termohon PK dalam TP Doc tidak didasarkan pada aktivitas aktual dan data objektif. Oleh sebab itu, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan penyesuaian gross mark-up, sehingga terjadi koreksi peredaran usaha senilai US$230.001.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK mengakui pihaknya telah melakukan transaksi pembayaran royalti dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, yaitu PT X.

Oleh karena itu, Termohon PK membuat TP Doc untuk membuktikan kewajaran transaksinya. Dalam TP Doc yang dimaksud, Termohon PK menggunakan metode cost plus dengan menggunakan data internal sebagai pembanding.

Baca Juga:
Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Menurut Termohon PK, penggunaan segmented financial pada laporan keuangannya sudah benar. Sebab, sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) PER-32/PJ/2011, Termohon PK memang memiliki hak untuk menggunakan laporan keuangan yang tersegmentasi. Dengan demikian, Pemohon PK tidak perlu ragu atas laporan keuangan yang dibuat Termohon PK karena terbukti telah sesuai aktivitas aktual dan objektif.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi positif atas peredaran usaha senilai US$230.001 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak dalam memori dan kontra memori PK, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung berpendapat pembayaran royalti dari Termohon PK kepada PT X memiliki memiliki hubungan langsung dengan 3M, yakni mendapatkan, memelihara, dan menagih). Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 09:50 WIB PEMERIKSAAN PAJAK

Terkait Transfer Pricing, Pemeriksaan Kantor Bisa Diubah ke Lapangan

Kamis, 25 April 2024 | 13:00 WIB KEANGGOTAAN OECD

OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara