Ilustrasi industri manufaktur.
JAKARTA, DDTCNews – Sektor manufaktur menjadi penerima terbanyak fasilitas perpajakan selama periode 2016—2018.
Hal ini disampaikan pemerintah dalam Nota Keuangan beserta RAPBN 2020. Estimasi belanja perpajakan sektor manufaktur pada 2018 senilai Rp39,2 triliun. Jumlah tersebut mencatatkan kenaikan dibandingkan posisi 2016 dan 2017 senilai Rp33,1 triliun dan Rp33,6 triliun.
“Nilai belanja perpajakan untuk sektor manufaktur yang tinggi bukan hanya berasal dari insentif yang ditujukan kepada industri besar, tetapi juga kepada industri UMKM dan pengolahan kebutuhan pokok,” demikian pernyataan pemerintah, seperti dikutip pada Rabu (21/8/2019).
Kenaikan nilai fasilitas untuk sektor manufaktur ini sejalan dengan peningkatan total belanja perpajakan. Estimasi belanja perpajakan pada 2018 tercatat senilai Rp221,1 triliun atau sekitar 1,5% PDB. Nilai tersebut naik 12,3% dari estimasi 2017 senilai Rp196,8 triliun atau sekitar 1,5% PDB.
Setelah manufaktur, sektor paling besar kedua penerimaa fasilitas perpajakan adalah jasa keuangan. Estimasi belanja perpajakan sektor ini pada 2018 senilai Rp30,8 triliun. Angka tersebut mencatatkan kenaikan dibandingan dengan posisi 2016 dan 2017 senilai Rp25,7 triliun dan Rp26,8 triliun.
Selanjutnya, ada jasa transportasi yang pada tahun lalu mencatatkan estimasi belanja perpajakan senilai Rp24,3 triliun. Estimasi tersebut mengalami kenaikan dibandingkan estimasi belanja perpajakan untu tahun pajak 2016 dan 2017 senilai Rp16,9 triliun dan Rp23,7 triliun.
Pemerintah mengatakan besarnya belanja perpajakan sektor jasa keuangan dan transportasi memiliki nilai belanja perpajakan terbesar karena termasuk dalam jenis jasa dan barang yang dikecualikan sebagai jasa kena pajak (non-JKP).
“Demikian pula untuk sektor pertanian dan perikanan. Sebagian besar barang yang dihasilkan oleh sektor ini merupakan barang yang dikecualikan dari barang kena pajak (non-BKP),” imbuh pemerintah.
Adapun penjelasan mengenai konsep dan prinsip, serta komparasi tax expenditure bisa dibaca juga dalam Working Paper DDTC bertajuk ‘Tax Expenditure Atas Pajak Penghasilan: Rekomendasi Bagi Indonesia’ yang diterbitkan pada 2014.
Berikut rincian estimasi belanja perpajakan berdasarkan sektor perekonomiannya: